REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Presiden Joko Widodo (Jokowi) meminta agar aparatur sipil negara (ASN) mengubah karakternya sehingga tak bekerja secara monoton dan hanya terpaku pada rutinitas. Jokowi ingin ASN lebih inovatif dan adaptif terhadap perubahan yang terjadi.
"Oleh sebab itu, karakter ASN harus berubah. Jangan monoton, jangan terpaku rutinitas, harus inovatif harus adaptif terhadap perubahan-perubahan yang ada," kata Jokowi saat memberi sambutan di pembukaan rapat kerja nasional Korpri di Jakarta, Selasa (3/10/2023).
Jokowi menyebut, perlunya kecepatan ASN dalam bekerja. Prosedur dan sistem birokrasi yang rumit justru hanya akan menghambat kemajuan negara. "Regulasi baik itu UU, permen, perda, nanti ada peraturan dinas, peraturan menteri, ada peraturan dirjen itu kurangi. Karena sekarang butuh kelincahan kita itu karena perubahannya sangat cepet sekali," ujarnya.
Selain itu, Jokowi juga menekankan agar ASN tak alergi terhadap teknologi dan digitalisasi. Perkembangan teknologi tersebut tak bisa dihindari. "Mengejarnya harus lewat teknologi dan digitalisasi. Karakter itu yang menurut saya harus terus disampaikan kepada seluruh anggota Korpri," kata Jokowi.
Dia pun meminta agar seluruh kementerian dan lembaga meningkatkan kolaborasi dan mengurangi ego sektoralnya. Jokowi menyampaikan, Indonesia memiliki peluang besar untuk menjadi negara maju, salah satunya yakni karena adanya bonus demografi pada 2030 hingga kekayaan sumber daya alam.
"Sumber daya alam kita ini pas, pas kita memiliki nikel besar, pas ada namanya mobil listrik," ucap Jokowi.
Meski begitu, ia mengingatkan, kesempatan untuk melakukan lompatan besar tersebut biasanya hanya muncul sekali dalam peradaban sebuah negara. Karena itu, Jokowi menegaskan agar peluang-peluang tersebut dikelola dengan baik dan benar.
"Dan disampaikan kepada saya dari World Bank, OECD, dari IMF, semuanya menyampaikan Presiden Jokowi hati-hati Indonesia memiliki peluang besar untuk melompat. Tapi kalau ditangani dengan cara yang keliru, rutinitas monoton mohon maaf negara anda akan terjebak pada negara berpendapatan menengah terus seperti di Amerika Latin. Ini yang kita gak mau," ungkap Jokowi.
Dia pun menceritakan kegagalan Amerika Latin untuk melakukan lompatan dari negara berkembang menjadi negara maju."Tahun 50, 60 sudah jadi negara berkembang. Tapi 50, 60 tahun ke depan tetep jadi negara berkembang sampai sekarang tetep jadi negara berkembang. Padahal saat itu diberi peluang lompat jadi negara maju," ujar Jokowi.