REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ketua Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) Rahmat Bagja berharap agar pemberitaan, penyiaran, dan iklan kampanye Pemilu 2024 tidak ada yang mengandung unsur fitnah dan penghinaan terhadap agama. Sebab, media penyiaran merupakan rujukan informasi masyarakat maupun pembuat konten media sosial.
"Harapannya, pemberitaan di media sosial akan merujuk pada teman-teman lembaga penyiaran. Juga, masyarakat akan mengacu pada lembaga penyiaran apakah berita ini benar atau tidak," kata Bagja saat menghadiri acara uji publik Rancangan Peraturan Komisi Penyiaran Indonesia tentang Pengawasan Pemberitaan, Penyiaran dan Iklan Kampanye Pemilihan Umum di Jakarta, Kamis (14/9/2023).
Bagja juga berharap kualitas pemberitaan, penyiaran, dan iklan terkait kampanye Pemilu 2024 semakin baik. "Terima kasih atas sumbangsih teman-teman lembaga penyiaran dalam pemberitaan dan juga penyiaran mengenai pemilu dan hal-hal yang berkaitan dengan seluruh ketentuan pemilu," ujarnya.
Berbagai harapan itu disampaikan Bagja justru saat Bawaslu sedang jadi sorotan publik karena dinilai tak punya keberanian menyatakan bakal capres PDIP Ganjar Pranowo melakukan pelanggaran ketentuan pemilu. Ganjar diketahui tampil dalam video adzan magrib di stasiun televisi swasta milik Ketua Umum Partai Perindo, Hary Tanoesoedibjo.
Tayangan adzan tersebut muncul saat masa kampanye Pemilu 2024 belum dimulai. Selain itu, banyak pihak menilai Ganjar telah mengeksploitasi politik identitas demi memperbesar peluang kemenangannya.
Bagja pada Selasa (12/9/2023) mengatakan, pihaknya masih mengkaji dugaan pelanggaran Ganjar itu. Sejauh ini, Bawaslu belum menemukan unsur pelanggaran kampanye. Sebab, Ganjar belum resmi menjadi capres dan dalam tayangan adzan itu tidak ada ajakan memilih.
Menurut Bagja, kasus ini kini masuk domain Komisi Penyiaran Indonesia (KPI). Jika terbukti melanggar ketentuan lembaga penyiaran, KPI akan menjatuhkan sanksi terhadap stasiun televisi swasta milik konglomerat Harry Tanoesoedibjo itu.