REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Memburuknya kualitas udara di Jabodetabek menjadi sorotan masyarakat karena juga menyebabkan berbagai masalah kesehatan. Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin menyampaikan, polusi udara menjadi penyebab dominan terjadinya penyakit pernapasan, seperti pneumonia, ispa, dan asma, yakni sekitar 24-34 persen.
"Kita juga menganalisis apa penyebab penyakit pernapasan ini. Penyebabnya banyak. Yang paling dominan adalah polusi udara. Antara 24-34 persen dari tiga penyakit utama tadi pneumonia, ISPA, dan asma itu disebabkan oleh polusi udara," kata Budi di Kantor Presiden, Jakarta Pusat, Senin (28/8/2023).
Budi menjelaskan, terdapat enam penyakit utama yang disebabkan oleh gangguan pernapasan. Di antaranya, pneumonia atau infeksi di paru, infeksi saluran pernapasan akut (ISPA), asma, kanker paru, tuberkolosis, dan penyakit paru obstruktif kronis (PPOK).
Ke-enam penyakit tersebut, kata Budi, memberikan beban pada anggaran BPJS hingga Rp 10 triliun pada tahun lalu. Dia menilai, tren kenaikan jumlah penderita penyakit gangguan pernapasan pada tahun ini, terutama ispa dan pneumonia, kemungkinan juga akan semakin menambah beban BPJS.
"Kita laporkan keenam penyakit yang disebabkan karena gangguan pernapasan ini beban BPJS-nya tahun lalu Rp 10 triliun. Dan kalau melihat trennya di 2023 naik terutama ISPA dan pneumonia ini kemungkinan juga akan naik," ujar Budi.
Menurut dia, total anggaran BPJS untuk mengkover pengobatan penyakit pneumonia, ISPA, dan asma mencapai Rp 8 triliun. "Memang perlu kita sampaikan di sini yang top three nya itu adalah infeksi paru atau pneumonia, infeksi saluran pernapasan yang ada di atas, kemudian asma ini totalnya sekitar Rp 8 triliun dari Rp 10 triliun yang tadi," kata Budi.
Untuk menangani semakin tingginya penderita gangguan pernapasan, Kemenkes akan memberikan edukasi kepada masyarakat terkait penanggulangannya. Kemenkes pun menyarankan masyarakat untuk mengenakan masker standar, yakni minimal masker KF94 atau KN95.
"Untuk pengobatannya kalau masuk cepet dibawa ke puskesmas, nanti dokter-dokter kita zoom call untuk edukasi kalau penanganan ini seperti apa," kata Budi.