Kamis 24 Aug 2023 20:15 WIB

Kemacetan di Jabodetabek Buat Rugi Rp 100 Triliun per Tahun

Jakarta sudah tercatat masuk ke dalam 10 besar dunia sebagai kota termacet dunia.

Rep: Fergi Nadira B/ Red: Gita Amanda
Sejumlah kendaraan terjebak kemacetan di kawasan Pancoran, Jakarta, (ilustrasi)
Foto: Republika/Putra M. Akbar
Sejumlah kendaraan terjebak kemacetan di kawasan Pancoran, Jakarta, (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kemacetan masih menjadi momok pekerjaan rumah bagi Pemerintahan Joko Widodo (Jokowi) terutama di ibu kota Jakarta. Menurut data Bank Dunia, kemacetan di Jakarta saja berpotensi menimbulkan kerugian hingga mencapai Rp65 triliun per tahunnya.

"Berdasarkan hasil kajian dari World Bank, akibat kemacetan, kerugian negara di Jakarta saja Rp 65 triliun per tahun," kata Direktur Lalu Lintas Jalan Direktorat Jenderal Perhubungan Darat Kemenhub, Cucu Mulyana dalam konferensi pers soal Penanganan Polusi Udara secara daring pada Kamis (24/8/2023).

Baca Juga

Dia mencatat, jika ditambah wilayah penyangga dalam hal ini Bekasi, Tangerang, Depok dan Bogor, maka kerugian bisa mencapai Rp100 triliun per tahun. Dia juga mencatat kota-kota lain seperti Semarang, Surabaya, Bandung, Medan, Makasar, masing-masing mengalami kerugian akibat macet sejumlah Rp 12 triliun per tahun.

Sementara itu, kemacetan di Jakarta sudah tercatat masuk ke dalam 10 besar dunia sebagai kota termacet. "Ditambah pertumbuhan industri, maka wajar kemacetan Jakarta ada di ranking 10," kata Cucu.

Menurut dia, penyebab kemacetan utama adalah belum begitu banyaknya warga Jakarta dan sekitar menggunakan transportasi umum. Meski, ia akui pihak-pihak terkait sambil membenahi transportasi umum di ibu kota dan kota-kota penyangga.

Dia mencatat hanya 20 persen warga Jakarta yang memakai angkutan umum. Angka itupun terlampau jauh dari kota-kota besar di banyak negara Asia.

"Singapore, Hong Kong, Tokyo di atas 50 persen sudah masyarakat gunakan angkutan umum. Kuala Lumpur, Bangkok, 20-50 persen, sedangkan Jakarta, Bandung, Medan, masih di bawah 20 persen," kata dia memerinci.

Kendati demikian, ia optimistis dengan langkah Pemerintah untuk terus membenahi angkutan umum di Jakarta dan kota-kota lainnya. Selain mengurangi kemacetan, berkurangnya penggunaan kendaraan pribadi dan beralih ke angkutan umum juga dinilai dapat membantu perbaikan kualitas udara Jakarta.

"Kalau kita ingin kurangi polusi akibat transportasi kita harus bedah sumber. Kita tahu lalu lintas di kota besar luar biasa tinggi dan penanganan tidak mudah. Upaya kita ke depan harus pembenahan angkutan umum," ujarnya.

"Kita sudah mulai MRT, LRT, BRT di wilayah padat. Kita buat program dengan kegiatan dibiayai hibah Swiss dan Jerman. BRT di Bandung, Medan. Terminal tipe A kita bangun. Tidak kalah dengan bandara. Kita ingin masyarakat beralih dari kendaraan pribadi ke umum," ujarnya menambahkan.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement