REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Kebijakan bekerja dari rumah atau work from home (WFH) dinilai akan lebih efektif jika diterapkan tidak hanya di Jakarta, tetapi di wilayah-wilayah penyangga juga. Penerapan WFH se-Jabodetabek dianggap lebih maksimal dalam upaya pengendalian polusi udara.
Pengamat tata kota dari Universitas Trisakti Nirwono Yoga mengatakan, kebijakan WFH merupakan upaya pembatasan mobilitas warga dalam beraktivitas di Jakarta dan sekitar untuk menekan polusi udara. Namun, WFH akan lebih sukses tekan polusi jika didukung setidaknya oleh dua hal.
“WFH akan berhasil signifikan jika didukung dengan pemberlakuannya se-Jabodetabek, bukan hanya DKI Jakarta karena justru banyak warga Bodetabek yang bekerja ke Jakarta,” kata Nirwono kepada wartawan, Kamis (23/8/2023).
Selain diberlakukan juga di daerah-daerah satelit, WFH akan lebih maksimal pengaruhnya jika diberlakukan tidak sekedar bagi pegawai negeri sipil (PNS), tetapi lebih luas merambah ke seluruh pekerja.
“WFH berlaku untuk semua lapisan masyarakat, tidak hanya ASN, tetapi juga pihak swasta yang tidak melayani langsung masyarakat seperti rumah sakit, bengkel, petugas kebersihan, dan lain-lain serta anak sekolah (rentan terhadap polusi udara),” ujar dia.
Penerapan WFH dinilai juga akan maksimal dalam upaya pengendalian pencemaran udara jika didukung dengan satu upaya lainnya. Yakni kebijakan pembatasan pergerakan kendaraan pribadi, seperti perluasan kebijakan ganjil genap se-Jabodetabek berlaku untuk seluruh kendaraan mobil dan motor pribadi baik berbahan bakar fosil maupun listrik.
“Kedua langkah ini merupakan langkah strategi jangka pendek,” kata Nirwono.
Sebelumnya, Penjabat (Pj) Gubernur DKI Jakarta Heru Budi Hartono juga menegaskan bahwa polusi udara tidak hanya terjadi di Jakarta, tetapi juga daerah-daerah penyangga Ibu Kota.
"Polusi itu tidak hanya di Jakarta ya, mungkin dari Jabodetabek," ujar Heru di Balai Kota, Rabu (23/8/2023).