REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Universitas Krisnadwipayana (Unkris) kembali mengukuhkan dua guru besar dalam Sidang Terbuka Senat Unkris yang digelar, Rabu (23/8/2023). Keduanya adalah Prof. Dr. Drs. Budi Supriyatno, MM, M.Si sebagai Guru Besar Tetap Fakultas Ilmu Administrasi dan Prof. Drs. Sutomo sebagai Guru Besar Madya Fakultas Ekonomi Unkris.
Pengukuhan guru besar yang dipimpin langsung oleh Ketua Senat Unkris Prof. Dr. T. Gayus Lumbuun, S.H, M.H tersebut dihadiri oleh Ir Arvi Argyantoro, MA, Direktur Pelaksanaan Pembiayaan Infrastruktur Sumber Daya Air Kementerian PUPR, Komisi III DPR RI Taufik Basari, Kasatgas Pendidikan Tinggi Direktorat Jejaring Pendidikan KPK Masagung, Ketua Yayasan Unkris dan jajarannya, Rektor Unkris Dr Ir Ayub Muktiono, dan jajaran pimpinan Unkris lainnya juga seluruh anggota Senat Unkris.
Prof. Dr. Drs. Budi Supriyatno, MM, M.Si adalah guru besar yang ke-13 Unkris dan merupakan Guru Besar Tetap pada Fakultas Ilmu Administrasi. Sedangkan Prof. Drs. Sutomo merupakan Guru Besar Madya yang pertama pada Fakultas Ekonomi Unkris.
“Kita patut bersyukur karena Unkris kini bertambah lagi guru besarnya. Ini tentu akan memperkuat barisan untuk mengantarkan Unkris sebagai Kampus Unggul pada 2025,” kata Prof Gayus dalam sambutannya, Rabu (23/8/2023).
Dalam kesempatan tersebut Prof Gayus mengingatkan adanya sifat pragmatis yang ditemukan pada sebagian mahasiswa. Sifat ini identik dengan orang yang mempunyai keinginan keras dan tidak mau dikalahkan oleh orang lain untuk mencapai keinginannya. Pragmatisme mahasiswa yang terjadi di lingkungan kampus adalah ketidakjujuran akademik seperti plagiarisme dan berperilaku curang dalam ujian. “Ini merupakan permasalahan yang klasik terjadi dalam dunia pendidikan,” jelasnya.
Karena itu, lanjut Prof Gayus, diperlukan tindakan tegas untuk mengantisipasi cara–cara kecurangan mahasiswa sehingga kredibilitas perguruan tinggi tetap terjaga dengan baik. Selain itu, mengantisipasi sifat atau karakter pragmatis juga diperlukan untuk membangun rasa tanggung jawab yang besar guna memahami tercapainya ilmu pengetahuan yang dituntut di perguruan tinggi yang bisa menjadikan tumbuh dan berkembangnya tujuan dari cita–cita. "Beberapa cara di antaranya adalah memperkenalkan konsep idealisme dan realistis."
Idealisme, sambung Prof Gayus, merupakan suatu sifat dari seseorang yang meyakini bahwa kebenaran adalah sesuatu hal. Sedang realistis adalah sifat seseorang yang memikirkan segala sesuatu sesuai dengan kemampuan yang dimiliki dan tidak melebihi kemampuannya. “Ketiga sifat yakni pragmatis, idealis, dan realistis tentu masing-masing memiliki kekurangan dan kelebihannya. Apabila ketiga sifat tersebut dilakukan secara bersamaan maka sifat pragmatis, idealis, dan realistis akan membantu berpikir secara instan, rasional, dan kenyataan sebagai suatu realita.”
Menurut Prof Gayus, satu sifat dalam perilaku yang harus dihindari adalah oportunis, yaitu perilaku yang selalu ingin mencari keuntungan untuk dirinya sendiri tanpa memperdulikan orang lain. Orang oportunis tidak layak untuk dijadikan sahabat karena hanya bersahabat dengan orang yang dianggapnya bermanfaat untuk dirinya sendiri, mengambil keuntungan dari anggota kelompok, mengambil keputusan hanya secara situasional dengan segala alasannya.
Sementara itu, dalam orasi ilmiahnya berjudul "Peran Manajemen Pemerintah untuk Mempidanakan dan Memiskinkan Pejabat", Prof Budi Supriyatno menyampaikan rasa prihatinnya terhadap maraknya korupsi di Indonesia yang dilakukan oknum pejabat mulai dari menteri, gubernur, bupati/walikota, lurah/kepala desa, hakim, jaksa, polisi, pengusaha, hingga pengacara. Pun anggota DPR/DPRD yang nota-benenya sebagai pengawasan pemerintah untuk menyelamatkan anggaran negara, ikut larut dalam korupsi. “Korupsi merusak sendi-sendi kehidupan ekonomi bangsa, membuat rakyat banyak yang miskin,” katanya.
Padahal, kata Prof Budi, Indonesia merupakan negara yang kaya raya dengan sumber daya alamnya. Orang menyebutnya “gemah ripah loh jinawi, subur tanpa tinandur” atau negara yang subur dan kaya raya sumber daya alamnya, tetapi banyak rakyat yang miskin. Fenomena ini berbeda dengan Singapura, Korea Selatan, dan Jepang yang tidak memiliki kekayaan alam seperti Indonesia, tetapi rakyatnya makmur. “Kemiskinan kita alami ini adalah dampak dari korupsi yang masif di Indonesia,” tegasnya.
Menurut Prof Budi, permasalahan manajemen pemerintahan yang menyebabkan masifnya korupsi di Indonesia antara lain gaya hidup bermewah-mewah pejabat dan keluarganya, tidak ada teladan dari pemimpin, elite politik mementingkan dirinya sendiri, dan tingginya utang negara.
Untuk meningkatkan manajemen pemerintahan yang baik, sekaligus perang melawan koruptor, kata Prof Budi, diperlukan keberanian dan ketegasan. Oleh karena itu peran manajemen pemerintahan dengan jalan antara lain memperkuat, mendukung, meningkatkan kemampuan peran pengawasan, baik inspektorat, BPKP, kepolisian, kejaksaan, kehakiman, dan KPK dalam memberantas korupsi.
Selain itu, lanjut Prof Budi, mempidanakan dengan hukuman seberat-beratnya kepada koruptor, memperbaiki kualitas manajemen pemerintahan secara proaktif proses, dan prosedur pelayanan serta melakukan pembinaan yang dapat menciptakan pejabat yang jujur, bersih, transparan, akuntabel, efektif, dan efisien.
Sedang Prof Sutomo dalam orasi ilmiahnya berjudul "Posisi Ilmu Keuangan dalam Ilmu Ekonomi" menyoroti tentang adanya tiga pasar utama dalam aktivitas perekonomian, yakni pasar uang, pasar riil, dan pasar modal. Ketiganya memiliki korelasi dan ketersinggungan antarsatu sama lain baik secara langsung maupun tidak langsung.