Senin 14 Aug 2023 15:39 WIB

Menteri LHK Sebut Pencemaran Udara Jabodetabek Disebabkan Jumlah Kendaraan

Presiden meminta agar dilakukan pengecekan ke industri di sekitar Jabodetabek.

Presiden Jokowi mengumpulkan para menteri Kabinet Indonesia Maju dan Pj Gubernur DKI Jakarta di Istana Negara untuk membahas masalah polusi udara Jabodetabek, Senin (14/8/2023).
Foto: Republika/N Dessy Suciati Saputr
Presiden Jokowi mengumpulkan para menteri Kabinet Indonesia Maju dan Pj Gubernur DKI Jakarta di Istana Negara untuk membahas masalah polusi udara Jabodetabek, Senin (14/8/2023).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Siti Nurbaya Bakar menyebut penyebab utama pencemaran udara di Jabodetabek yakni banyaknya jumlah kendaraan. Berdasarkan data per 2022, jumlah kendaraan bermotor mencapai 24,5 juta unit dan sepeda motor sebanyak 19,2 juta unit.

"Tadi memang dibicarakan dan dilaporkan oleh para Menko karena kita kalau di kabinet itu kan ada term-termnya. Bahwa penyebab utama pencemaran kualitas udaranya adalah kendaraan," ujar Siti dalam keterangan pers di Kantor Presiden, Jakarta, Senin (14/8/2023).

Baca Juga

Meski demikian, Presiden Joko Widodo (Jokowi) meminta agar juga melakukan pengecekan ke industri yang berada di sekitar Jabodetabek. Menanggapi hal ini, Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto menyebut akan melakukan regulasi terkait aktivitas industri.

"Jadi saya sudah mencatat di sini standar-standar yang harus dikeluarkan untuk cerobong industri," ujar Siti.

Sementara Kementerian LHK sendiri, menurut Siti telah melakukan pengecekan kinerja perusahaan tiap tahunnya. Meski begitu, pemerintah ingin mengatur terkait standar cerobong pada industri.

"Ini lebih spesifik lagi di Jabodetabek untuk ditetapkan standar untuk cerobong dan sebagainya. Tadi bahkan Bapak Presiden tanya berapa sih harganya? Gitu," tutur Siti.

Sedangkan terkait dugaan aktivitas PLTU Suralaya di Cilegon yang menjadi salah satu penyebab polusi udara, KLHK dan PLN pun menilai kurang tepat. Dari hasil studi yang dilakukan, uap yang dihasilkan dari PLTU Suralaya tidak bergerak mengarah ke Jakarta, namun ke arah Selat Sunda. Selain itu, berdasarkan hasil studi, penggunaan batu bara yang berpengaruh ke Jakarta juga disebut tak sampai satu persen.

"Tetapi memang Pak Dirut PLN melaporkan bahwa ada pembangkit-pembangkit individual yang kecil-kecil tersebar dan ini arahan bapak Presiden untuk didalami. Oh iya ditopang oleh arah angin yang menurut data BMKG. Jadi bisa dikatakan bahwa bukan karena PLTU begitu ya," tegas Siti.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement