REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ketua Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) RI Rahmat Bagja menanggapi dengan santai ihwal dirinya diadukan ke Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) atas perkara usulan tunda Pilkada Serentak 2024. Menurutnya, diadukan atau dilaporkan memang risiko kerja sebagai penyelenggara pemilu.
"Kami penyelenggara pemilu itu ada risiko yang kemudian harus kita tanggung, namanya pelaporan ke DKPP," kata Bagja kepada wartawan, dikutip Kamis (10/8/2023).
Bagja mengatakan, sebagai penyelenggara pemilu, dirinya wajib hadir apabila DKPP mulai memproses perkara tersebut. Dirinya akan memberikan penjelasan duduk perkara usulan tunda pilkada itu mencuat.
"Penyelenggara pemilu itu punya kewajiban kalau dipanggil di DKPP harus datang dan menjelaskan. Masyarakat juga silakan (membuat aduan)," ujarnya.
Sebelumnya, seorang warga bernama Darmansyah mengadukan Bagja ke DKPP atas ucapannya yang mengusulkan Pilkada Serentak 2024 ditunda. Dia menilai Bagja telah melakukan pelanggaran kode etik penyelenggara pemilu karena ucapannya itu menabrak empat pasal dalam Peraturan DKPP.
"Kami menilai bahwa Ketua Bawaslu RI telah melakukan pelanggaran kode etik yang cukup keras dan terindikasi menggiring opini dan mempengaruhi publik untuk menyepakati penundaan Pilkada Serentak 2024," kata Darmansyah lewat keterangan tertulisnya, Senin (7/8/2023).
Usulan tunda pilkada itu disampaikan Bagja ketika menghadiri rapat koordinasi kementerian dan lembaga negara yang diselenggarakan Kantor Staf Presiden (KSP) bertemakan Potensi dan Situasi Mutakhir Kerawanan Pemilu Serta Strategi Nasional Penanggulangannya di Jakarta, Rabu (12/7/2023). Dalam rapat tertutup itu, Bagja mengusulkan agar semua pihak terkait untuk mulai membahas opsi menunda gelaran Pilkada Serentak 2024.
Bagja mengusulkan penundaan karena ada sejumlah masalah besar yang berpotensi terjadi apabila Pilkada Serentak dilaksanakan sesuai jadwal pada 27 November 2024. Salah satunya adalah potensi gangguan keamanan yang tinggi karena pilkada digelar di semua provinsi dan kabupaten/kota. Sedangkan aparat tidak bisa diperbantukan ke daerah yang sedang mengalami gangguan keamanan, karena aparat fokus menjaga daerah masing-masing yang juga sedang menggelar pilkada.
"Kalau sebelumnya, misalnya pilkada di Makassar ada gangguan keamanan, maka bisa ada pengerahan dari polres di sekitarnya atau polisi dari provinsi lain. Kalau Pilkada 2024 tentu sulit karena setiap daerah siaga yang menggelar pemilihan serupa," ujar Bagja, dikutip dari lama resmi Bawaslu RI.
Setelah pernyataannya itu dikritik dan ditentang banyak pihak, Bagja menyebut usulan tersebut bukan usulan resmi Bawaslu RI. Selain itu, usulan tersebut disampaikan dalam rapat tertutup.
"Jadi penundaan itu bukan pernyataan lembaga, dan dalam diskusi tersebut bukan hanya membahas alternatif (pelaksanaan pilkada), tapi juga kemungkinan-kemungkinan yang bisa terjadi," kata Bagja di kantornya, Selasa (25/7/2023).