REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Pengamat Pemerintahan, Profesor Djohermansyah Djohan, menegaskan bahwa mutasi jabatan yang dilakukan oleh petahana dalam Pilkada 2024 dapat berakibat pada diskualifikasi pencalonannya. Djohermansyah menilai bahwa mutasi yang dilakukan untuk kepentingan politik petahana merusak asas keadilan dalam demokrasi dan berpotensi merusak integritas Pilkada.
"Petahana yang melakukan mutasi jabatan menjelang Pilkada harusnya bisa dibatalkan pencalonannya dan dikenakan sanksi pemberhentian sebagai kepala daerah. Ini adalah pelanggaran yang merusak demokrasi," ujar Djohermansyah, yang sebelumnya menjabat sebagai Dirjen Otonomi Daerah di Kemendagri.
Akademisi dan pakar Otonomi Daerah Indonesia ini menambahkan bahwa mutasi pejabat oleh kepala daerah petahana bisa diuji di Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) jika terbukti melanggar hukum.
"Jika ada pihak yang merasa bahwa mutasi jabatan itu melanggar undang-undang, mereka bisa membawa kasus tersebut ke PTUN," kata Djohermansyah, yang selalu mengingatkan pentingnya menjaga netralitas birokrasi dalam proses Pilkada.
Pernyataan ini semakin memperkuat posisi Mahkamah Konstitusi (MK) dalam menangani sengketa Pilkada, khususnya yang melibatkan petahana yang terbukti melakukan pelanggaran terkait mutasi pejabat. Sebelumnya, Menteri Dalam Negeri, Muhammad Tito Karnavian, dalam Rapt Dengar Pendapat dengan DPR RI juga menegaskan bahwa Kemendagri siap menjadi saksi ahli di MK dan mendukung diskualifikasi petahana yang melanggar aturan rolling pejabat. Tito menegaskan bahwa pelanggaran aturan mutasi pejabat harus mendapat sanksi tegas demi terciptanya demokrasi yang sehat.
"Diskualifikasi itu harus ditempatkan dalam konteks penegakan hukum dan upaya membangun demokrasi yang sehat," ujar Tito, menekankan bahwa petahana yang melanggar aturan mutasi harus menerima konsekuensinya.
Pelanggaran terkait mutasi jabatan oleh kepala daerah kini tengah menjadi sorotan dalam sidang sengketa Pilkada di Mahkamah Konstitusi. MK, melalui beberapa pernyataan hakim dalam sidang yang disiarkan secara langsung, mengingatkan pentingnya menjaga integritas dalam pemilihan umum.
Salah satu contoh yang mencuat adalah pelantikan pejabat Aparatur Sipil Negara (ASN) di Kota Tomohon, Sulawesi Utara, pada 22 Maret 2024. Pelantikan tersebut dianggap melanggar ketentuan hukum terkait batas waktu penggantian pejabat menjelang Pilkada, sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016 dan Peraturan Komisi Pemilihan Umum (PKPU) Nomor 2 Tahun 2024.
Pemohon, melalui kuasa hukumnya Denny Indrayana, menegaskan bahwa tindakan pelantikan tersebut seharusnya berujung pada diskualifikasi pasangan calon yang diuntungkan, yakni petahana. Namun, KPU dan Bawaslu dianggap membiarkan pelanggaran ini tanpa sanksi yang semestinya, sehingga dugaan kecurangan terus berlanjut selama proses Pilkada.