REPUBLIKA.CO.ID, YERUSALEM -- Gubernur Yerusalem pada Senin (18/8/2025) mengumumkan bahwa sekitar 7.000 warga Palestina yang tinggal di 22 komunitas di Badia Yerusalem menghadapi ancaman penggusuran paksa akibat proyek E1 dan Jalan Kedaulatan oleh penjajah Israel. Proyek permukiman itu secara total akan mengisolasi dan memisahkan komunitas Jabal al-Baba dan Wadi Jamal dari Kota al-Eizariya, yang dihuni sekitar 100 orang.
Menteri Keuangan Israel Bezalel Smotrich telah mengumumkan persetujuannya atas pembangunan ribuan unit permukiman dalam rencana permukiman di daerah E1 yang terletak di sebelah timur Yerusalem. Menurut laporan dari Biro Nasional Organisasi Pembebasan Palestina (PLO) untuk Pertahanan Tanah, pada Juli lalu, Pemerintah Israel berencana membangun 2.339 unit permukiman ilegal baru, mencakup pembangunan 1.352 unit permukiman di Qalqilya, wilayah utara Tepi Barat, serta 430 unit di dua permukiman yang sudah ada di timur laut Ramallah dan barat laut Yerusalem.
Selain itu, 407 unit permukiman baru juga direncanakan akan dibangun di Bethlehem, wilayah selatan Tepi Barat, serta 150 unit lainnya di wilayah barat Ramallah. Biro tersebut memperingatkan bahwa rencana Israel bertujuan menciptakan keterhubungan geografis antarpermukiman khusus Yahudi di Qalqilya, yang pada akhirnya akan mempercepat pengasingan desa-desa Palestina menjadi kantong-kantong tertutup (ghetto) yang dikelilingi oleh permukiman ilegal.
Laporan tersebut juga menyoroti adanya “peran saling melengkapi” antara Bezalel Smotrich, yang mendorong perluasan permukiman, dengan kepala pertahanan Israel, Israel Katz, yang menyediakan perlindungan bagi pemukim ilegal dan aksi-aksi kekerasan mereka. Pada Kamis pekan lalu lalu, kepala keamanan Israel yang ekstrem, Itamar Ben-Gvir, mengumumkan pembentukan satuan kepolisian yang terdiri dari para pemukim ilegal — langkah yang dipandang sebagai upaya memperdalam aneksasi de facto Israel atas wilayah pendudukan Tepi Barat.

Menurut data Palestina, saat ini terdapat sekitar 770.000 pemukim ilegal yang menempati 180 permukiman dan 256 pos pemukiman ilegal di Tepi Barat. Masyarakat internasional, termasuk Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB), menganggap permukiman Israel sebagai ilegal berdasarkan hukum internasional.
PBB berulang kali memperingatkan bahwa ekspansi permukiman yang terus berlangsung mengancam kelangsungan solusi dua negara — kerangka yang dianggap kunci untuk menyelesaikan konflik panjang Palestina-Israel. Otoritas Palestina mencatat sedikitnya 2.153 serangan yang dilakukan pemukim ilegal di wilayah pendudukan sepanjang paruh pertama tahun ini, yang mengakibatkan terbunuhnya empat warga Palestina.
Sejak dimulainya perang genosida Israel di Jalur Gaza, sedikitnya 998 warga Palestina telah tewas dan lebih dari 7.000 lainnya terluka di Tepi Barat akibat serangan pasukan Israel dan pemukim ilegal, menurut data Kementerian Kesehatan Palestina. Dalam putusan pentingnya pada Juli lalu, Mahkamah Internasional (ICJ) menyatakan bahwa pendudukan Israel atas wilayah Palestina adalah ilegal, dan menyerukan pengosongan seluruh permukiman di Tepi Barat dan Yerusalem Timur.
