Kamis 03 Aug 2023 18:05 WIB

Kronologi Upaya Pengosongan Rumah Guruh Soekarnoputra, Berawal dari Utang-Piutang Rp 35 M

PN Jaksel akhirnya menunda eksekusi pengosongan rumah Guruh Soekarnoputra.

Suasana rumah Guruh Soekarnoputra di kawasan Kebayoran Baru, Jakarta, Kamis (3/8/2023). Pengadilan Negeri Jakarta Selatan berencana mengeksekusi rumah Guruh Soekarnoputra yang merupakan buntut dari kekalahan Guntur dalam gugatan perdata yang diajukan oleh Susy Angkawijaya yang berlangsung sejak 2014. Adapun surat pengosongan rumah tersebut sudah dikeluarkan oleh PN Jakarta Selatan sejak 11 Juli 2023.
Foto: Republika/Putra M. Akbar
Suasana rumah Guruh Soekarnoputra di kawasan Kebayoran Baru, Jakarta, Kamis (3/8/2023). Pengadilan Negeri Jakarta Selatan berencana mengeksekusi rumah Guruh Soekarnoputra yang merupakan buntut dari kekalahan Guntur dalam gugatan perdata yang diajukan oleh Susy Angkawijaya yang berlangsung sejak 2014. Adapun surat pengosongan rumah tersebut sudah dikeluarkan oleh PN Jakarta Selatan sejak 11 Juli 2023.

REPUBLIKA.CO.ID, oleh Eva Rianti

Pengosongan rumah Guruh Soekarnoputra yang berlokasi di Jalan Sriwijaya III No 1, Kelurahan Selong, Jakarta Selatan, ditunda oleh pihak Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan pada Kamis (3/8/2023). Kasus yang berdasarkan putusan PN Jaksel memenangkan Susy Angkawijaya tersebut berawal dari adanya utang-piutang antara Guruh Soekarnoputra dan seorang bos perusahaan sekuritas bernama Suwantara Gotama sebesar Rp 35 miliar. 

Baca Juga

Pengacara Guruh Soekarnoputra, Simeon Petrus, menjelaskan kronologi menurut versinya dalam kasus tersebut. Diungkapkan olehnya bahwa kasus tersebut mulanya terjadi pada 2011 yang silam. 

"Kronologinya pada Mei 2011, Mas Guruh membutuhkan uang untuk bisnis, kemudian beliau diperkenalkan oleh temannya seorang lelaki bernama Suwantara Gotama. Terjadilah pembicaraan, Mas Guruh mengajukan permohonan peminjaman uang Rp 35 miliar, kemudian bunga 4,5 persen jangka waktu tiga bulan," kata Simeon dalam konferensi pers di kediaman Guruh Soekarnoputra di Jalan Sriwijaya III Nomor 1, Kelurahan Selong, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan, Kamis (3/8/2023). 

Dia menjelaskan, pada saat itu, Suwantara Gotama mengajukan syarat bisa kasih pinjaman tetapi harus dengan Perjanjian Perikatan Jual Beli (PPJB). "Lalu, dibuatlah PPJB kuasa menjual, kemudian kuasa mengosongkan," tutur dia.  

Kemudian, pembayaran dilakukan tepatnya pada 3 Mei 2011 dengan persyaratan-persyaratan yang diajukan. Sebelum jatuh tempo, yakni 3 Agustus 2011, Simeon menyebut Guruh menghubungi Suwantara Gotama untuk diajak bertemu, namun tidak terealisasi karena Suwantara Gotama tidak bisa dihubungi. 

"Pada 3 Agustus 2011 datanglah seorang perempuan yang dikenalkan juga oleh teman-temannya Mas Guruh bahwa dia sebagai owner baru yang mau membantu Mas Guruh. Tapi dia meminta dengan syarat harus dibuat AJB (akta jual beli) yang nanti kemudian Mas Guruh ada uang lagi, mengembalikan, dibuat lagi AJB untuk balik lagi ke Guruh. Problem awalnya di situ," ungkap dia. 

Lantas Guruh memercayai Susy, dan terjadilah kesepakatan. Harga beli dalam AJB itu Rp 16 miliar. Namun, tidak ada uang Rp 16 miliar yang diterima oleh Guruh. Menurut penuturannya, pada 3 Agustus 2011 itu murni pembuatan AJB antara Guruh Soekarnoputra sebagai penjual dan Susy Angkawijaya sebagai pembeli. 

"Tapi PPJB ini belum dibatalkan dan uang Suwantara Gotama belum dikembalikan oleh Guruh sampai dengan saat ini yang Rp 35 miliar plus bunga 4,5 persen per bulan. Kemudian ini belum closed, dibuatlah AJB," jelas dia. 

Simeon melanjutkan, setelah dibuat AJB, Guruh berpikiran bahwa dia harus tetap mengembalikan uang Rp 35 miliar beserta bunganya sesuai kesepakatan. Akhirnya pada Oktober 2011, Guruh mengirim surat ke Susy Angkawijaya, Suwantara Gotama, dan notaris untuk membuat lagi AJB untuk balik namanya karena dirinya sudah ada dana. 

Namun, hingga November 2011, Susy tidak merespons Guruh. Lalu, pada Desember 2011, Guruh mengirim lagi surat kedua kepada Susy dan Suwantara serta notaris, mengundang kembali untuk membicarakan masalah pinjamannya dengan Suwantara Gotama. 

"Karena Susy itu meskipun ada AJB, tapi dia tidak pernah membayar. Pada Februari (2012), Susy mengirim surat ke Guruh jawaban atas permintaan Guruh bahwa Pak Guruh silakan keluar karena sudah buat AJB, sudah buat akta pengosongan," tutur dia. 

"Dari situ Mas Guruh lalu merasa awalnya pinjam meminjam kok menjadi jual beli karena tipikal Mas Guruh kan siapa pun dia percaya. Itulah problemnya. Akhirnya Januari 2014, Susy menggugat di PN Jaksel dengan dasar AJB dan akta pengosongan," lanjut dia.  

Lantas, pada 2014 itu, pihak Guruh menggugat balik Susy dan Suwantara Gotama. Namun kenyataannya, dalam perjalanan gugatan itu akhirnya justru malah dikabulkan ajuan Susy mengenai eksekusi pengosongan rumah Guruh.  

Setelah ditelisik, terungkap bahwa ternyata Susy Angkawijaya dan Suwantara Gotama merupakan pasangan suami istri. Hal itu diketahui dari alamat rumah mereka yang sama, yakni di Jalan Indramayu, Menteng, Jakarta Pusat. 

"Mas Guruh tidak pernah tahu dan tidak ada yang menyampaikan bahwa Suwantara Gotama dan Susy Angkawijaya adalah suami istri. Itu diketahui setelah perkara ini berjalan," ujar Simeon. 

Guruh Soekarnoputra mengaku merasa terzalimi atas upaya pengosongan rumahnya. Menurut Guruh, masyarakat luas juga terdzalami karena rumah yang dia tempatinya sekarang memiliki nilai sejarah dalam pembangunan pembangunan bangsa Indonesia.

"Saya juga tahu ketika ini sudah beredar ke masyarakat, dari teman-teman saya, handai taulan, bahkan dari para ahli hukum sudah tahu tentang duduk perkaranya, mereka semua melihat bahwa banyak terdapat cacat hukum di pihak lawan. Sebenarnya di sini kami berada di pihak yang benar dan terdzalimi," kata Guruh kepada wartawan di kediamannya, Kamis . 

Guruh tidak menjelaskan dengan detail duduk perkara yang dimaksud. Dia menekankan bahwa ada mafia yang terjadi dalam kasus tersebut. 

"Dan sekarang makin marak menyangkut soal mafia di segala bidang di negara ini, dalam hal ini terutama bisa merasakan adanya mafia peradilan dam pertanahan. Adanya kejadian ini bisa menjadikan saya merasa terpanggil untuk men-support pemerintah dalam hal ini memberantas mafia-mafia peradilan dan pertanahan," ujar dia. 

Pantauan Republika di kediaman Guruh Soekarnoputra, para pendukung Guruh meramaikan lokasi tersebut. Baik dari kalangan pecinta budaya, maupun sejumlah organisasi masyarakat seperti Bajul Bowo dan Badan Pembinaan Potensi Keluarga Besar Banten (BPPKB).

In Picture: Eksekusi Rumah Guruh Soekarnoputra

photo
 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement