REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Komisi Yudisial (KY) menyatakan tak bisa mengomentari putusan bebas yang diketok Majelis Hakim Pengadilan Negeri (PN) Bandung terhadap hakim agung mahkamah Agung (MA) Gazalba Saleh. Walau demikian, KY menegaskan proses etik terhadap Gazalba Saleh tetap berjalan.
Juru bicara KY, Miko Ginting, menyampaikan lembaganya tak berwenang menilai substansi putusan sebuah perkara. Sebab hal itu merupakan bagian dari independensi hakim ketika memutus perkara. "Terkait apa dan bagaimana hakim memutus, silakan tanyakan ke MA atau pengadilan, karena KY kan tidak diperbolehkan masuk ke substansi putusan," kata Miko kepada Republika.co.id, Rabu (2/8/2023).
Namun, Miko menyebut KY tetap memantau kasus suap penanganan perkara yang menjerat sejumlah pegawai MA, termasuk Gazalba Saleh. Apalagi Sekertaris MA Hasbi Hasan yang terjerat kasus ini masih menunggu waktu masuk ke meja hijau.
Miko mengatakan pemantauan itu tetap mesti dilakukan guna memastikan hakim yang menyidangkan perkara tersebut mematuhi Kode Etik dan Pedoman Perilaku Hakim (KEPPH). "Sejak awal, KY melakukan pemantauan terhadap perkara ini dan perkara-perkara lain yang berkaitan," ujar Miko.
Miko juga mengatakan masih menunggu langkah hukum konkret yang ditempuh KPK pascagagal menjerat Gazalba Saleh di tingkat PN. KPK sendiri dikabarkan bakal mengajukan kasasi atas vonis PN Bandung tersebut. "KY menunggu langkah KPK terlebih dahulu. Misalnya, apakah akan mengajukan upaya hukum atau tidak," ucap Miko.
Selain itu, Miko menjamin Gazalba Saleh masih harus berhadapan dengan proses penegakkan KEPPH di KY. Dalam hal ini, KY berwenang menjatuhkan rekomendasi pemecatan terhadap Gazalba kalau terbukti melanggar KEPPH. "KY juga menjalankan proses etik sebagaimana kewenangan KY. Proses penegakan hukum dan penegakan etik merupakan dua proses yang berbeda," ucap Miko.
Sebelumnya, Gazalba Saleh didakwa menerima uang sebesar 20 ribu dolar Singapura untuk pengurusan perkara kasasi pidana terhadap pengurus Koperasi Simpan Pinjam (KSP) Intidana Budiman Gandi. Uang yang berasal dari penggugat Heryanto Tanaka dan Ivan Dwi Kusuma ini diberikan pengacara mereka Yosef Parera dan Eko Suparno kepada Desy Yustria sebesar 110 ribu dolar Singapura.
Desy Yustria kemudian memberikan uang kepada Nurmanto Akmal sebesar 95 ribu dolar Singapura. Sebanyak 10 ribu dolar Singapura diberikan kepada Desy Yustria untuk pengurusan perkara. Selanjutnya uang 55 ribu dolar Singapura diberikan kepada Redhy dan Redhy memberikan uang 20 ribu dolar Singapura ke terdakwa melalui Prasetio Nugroho dan diserahkan ke Gazalba Saleh.
JPU pun menuntut hakim agung nonaktif Gazalba Saleh dengan hukuman penjara selama 11 tahun dan denda Rp 1 miliar oleh jaksa penuntut umum (JPU) KPK. Gazalba dinilai telah terbukti menerima suap menyangkut perkara kasasi Koperasi Simpan Pinjam (KSP) Intidana dengan terdakwa Heryanto Tanaka dan Ivan Dwi Kusuma.
Tapi Majelis hakim Pengadilan Tipikor Bandung menjatuhkan vonis bebas bagi terdakwa kasus dugaan suap penanganan perkara di MA, Hakim Agung nonaktif Gazalba Saleh. Gazalba dinilai tidak bersalah dalam kasus tersebut. Sidang putusan tersebut dibacakan oleh Ketua Majelis Hakim Joserizal.