REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Bareskrim Polri melanjutkan proses penyelidikan kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) dan kekerasan seksual yang diduga dilakukan oleh mantan anggota Komisi VIII DPR Bukhori Yusuf (BY) terhadap saksi-korban M (30-an tahun).
Kepala Bagian Penerangan Umum (Kabag Penum) Humas Mabes Polri Komisaris Besar (Kombes) Nurul Azizah mengatakan tim penyidikan di Subdit V Perlindungan Perempuan dan Anak (PPA) Dirtipidum Bareskrim Polri sudah melakukan pemeriksaan terhadap saksi inisial S.
“S diperiksa dari pihak korban (M) sebagai orang tua dari korban,” kata Nurul lewat pesan singkat kepada wartawan di Jakarta, Kamis (6/7/2023).
Pemeriksaan terhadap S, dilakukan pada Selasa (4/7/2023) kemarin. Permintaan keterangan itu dilakukan penyidik terkait S sebagai pihak wali yang menikahkan M dengan BY. “Untuk selanjutnya juga akan dilakukan pemeriksaan saksi-saksi lainnya untuk pendalaman penyelidikan,” kata Nurul.
Juru Bicara LBH GP Ansor Syahwan Arey mengungkapkan, tim hukumnya turut melakukan pendampingan saat pemeriksaan terhadap S. “Ayah korban S, memberikan keterangan bahwa benar yang menikahkan M dengan BY,” kata Arey.
Pernikahan itu, kata Arey menjelaskan digelar di Bogor, pada Februari 2022. BY menikahi M dengan cara agama dengan janji pencatatan. Namun kata Arey, sampai rangkaian KDRT dan kekerasan seksual yang diduga dilakukan BY terhadap M, tak kunjung melakukan pencatatan pernikahan.
“Dan dari pernikahan siri itu, ada persetujuan dari inisial RKD isteri pertama BY,” ujar Arey.
RKD, isteri pertama BY itu mengacu pada nama Rosita Kumala Dewi. Bahkan dikatakan Arey, dari pengakuan saksi S sebagai ayah dari M yang menikahkan, gelaran akad perwakinan secara syariah itu turut dihadiri oleh AL, sebagai adik kandung dari BY.
“Dan dari penjelasan penyidik, saksi-saksi pernikahan tersebut (BY dan M) juga sudah diperiksa,” ujar Arey.
Satu saksi pernikahan lainnya yang belum diminta keterangan, kata Arey, adalah seorang ustaz yang menjadi pengasuh pondok pesantren tempat S menikahkan M dengan BY.
Selain itu, kata Arey, tim pendamping hukum M, juga menyampaikan adanya proses pemeriksaan psikologis yang sedang dihadapi oleh kliennya di RS Polri Kramat Jati, di Jakarta Timur (Jaktim).
Pemeriksaan psikologis tersebut dilakukan saban Senin untuk mengukur pascatraumatik yang dialami oleh saksi-korban M sebagai pelapor. Kata Arey, timnya juga meminta agar penyidik Polri melakukan tes psikologis terhadap BY untuk mengetahui kejiwaan si terlapor.
“Dan kami mendorong, agar penanganan kasus KDRT dan kekerasan seksual ini, segera bisa naik ke level penyidikan,” ujar Arey.