Ahad 11 Jun 2023 13:34 WIB

LPSK Minta Polisi Kesampingkan Laporan Istri Bukhori Yusuf Terhadap Korban KDRT

LPSK meminta kepolisian kesampingkan laporan istri Bukhori Yusuf terhadap korban KDRT

Rep: Bambang Noroyono/ Red: Bilal Ramadhan
Perempuan berinisial R (bergamis hitam) istri sah dari terduga pelaku kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) Bukhori Yusuf melaporkan istri siri suaminya ke Polda Metro Jaya, Sabtu (10/6).
Foto: Republika/Ali Mansur
Perempuan berinisial R (bergamis hitam) istri sah dari terduga pelaku kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) Bukhori Yusuf melaporkan istri siri suaminya ke Polda Metro Jaya, Sabtu (10/6).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) meminta Polda Metro Jaya mengabaikan sementara pelaporan pidana yang dilakukan Rosita Komala Dewi (RKD) terhadap saksi-korban kekerasan rumah tangga (KDRT) perempuan inisial M. Ketua LPSK Hasto Atmojo Suroyo menegaskan M adalah saksi-korban yang sampai hari ini dalam perlindungan LPSK atas kasus KDRT yang diduga dilakukan oleh suami RKD, mantan anggota DPR Bukhori Yusuf (BY).

Hasto menegaskan, selain sebagai saksi-korban, perempuan M adalah pelapor KDRT yang diduga lakukan BY. M sejak Januari 2023 dalam perlindungan melekat oleh LPSK selama 24 jam.

Baca Juga

Proses hukum pelaporan M terhadap politikus Partai Keadilan Sejahtera (PKS) tersebut sampai saat ini masih dalam penyelidikan di Subdit V Dirtipidum Bareskrim Polri. Hasto menegaskan, pelaporan pidana yang dilakukan oleh RKD terhadap M bertentangan dengan peran negara dalam melindungi seseorang yang berstatus sebagai saksi-korban. 

“Kami (LPSK) atas pelaporan balik tersebut (RKD terhadap M), agar Polda Metro Jaya mengesampingkan prosesnya,” kata Hasto kepada Republika.co.id, Ahad (11/6/2023).

Hasto mengingatkan Pasal 10 Undang-Undang (UU) 31/2014 tentang LPSK. Dalam ayat (1) aturan tersebut tegas disebutkan, seorang saksi-korban, atau saksi-pelaku, yang dalam perlindungan LPSK tidak boleh dilakukan penuntutan hukum, baik pidana, pun perdata, selama pelaporan, atau kesaksiannya atas tindak pidana yang dialaminya tersebut masih dalam proses hukum.

Ayat (2) dalam aturan tersebut, kata Hasto, juga menerangkan, jika terjadi suatu tuntutan hukum atas kesaksian, atau pelaporan saksi-korban yang masih dalam perlindungan LPSK, aparat penegak hukum diharuskan menunda proses penuntutan hukum terhadap saksi-korban.

Penundaan tersebut, kata Hasto, dilakukan selama perkara utama atas pelaporan dan kesaksian saksi-korban mendapatkan putusan yang inkrah dari pengadilan. “Dalam masalah ini, LPSK akan secepatnya berkordinasi dengan Polda Metro Jaya untuk mengingatkan Pasal 10 UU LPSK tersebut,” ujar Hasto.

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement