REPUBLIKA.CO.ID, BOGOR -- Sistem Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) SMA Negeri 1 Bogor tengah viral di media sosial yang disebut telah menerima peserta didik di luar zonasi yang ditentukan. Dewan Pendidikan Kota Bogor yang melakukan monitoring dan evaluasi pada PPDB di Kota Bogor belum menerima laporan terkait hal itu secara tertulis.
Sistem zonasi PPDB SMAN 1 Bogor ini viral di media sosial Twitter, setelah sebuah akun bernama @fachrezy_id membuat cuitan terkait dugaan adanya calo dalam PPDB SMAN 1 Bogor. Ia pun membagikan tangkapan layar berisi tabel nama pendaftar SMAN 1 Bogor yang diduga menggunakan calo.
Dalam tabel tersebut, ada sekitar 40 nama calon peserta didik yang terdaftar dalam kolom PPDB. Dalam tabel juga terlihat jarak tempat tinggal calon peserta didik paling dekat dengan SMAN 1 Bogor berkisar di angka 50 meter.
“Ini adalah nama nama orang yang make calo untuk masuk PPDB SMA Negeri 1 Kota Bogor. Ga mikir pak warga asli situ yang ga kebagian anaknya sistem zonasi beneran? @BimaAryaS di belakang SMA 1 rumah hanya 20 biji pun kurang tapi bisa banyak bgt yang 50 M?” tulis akun tersebut.
Dikonfirmasi, Ketua Dewan Pendidikan Kota Bogor Deddy Djumiawan mengatakan, pihaknya belum menerima pengaduan tertulis secara resmi terkait dugaan calo di PPDB SMAN 1 Bogor. Namun, sudah ada yang menyampaikan aduan melalui pesan singkat WhatsApp dan media lain.
“Sudah ada yang melalui WhatsApp dan media lain. Tentang adanya kecurigaan kecurangan terutama masalah zona terkait domisili dengan sekolah. Masyarakat yang mengadukan ada keanehan banyak sekali calon siswa yang jaraknya dekat sekali dengan sekolah yang dituju,” kata Deddy, Rabu (5/8/2023).
Mengingat kewenangan SMA dan SMK berada di Dinas Pendidikan Provinsi Jawa Barat, Deddy mengaku akan mengirimkan laporan ini ke Dewan Pendidikan Provinsi Jawa Barat. Serta berkoordinasi dengan Pemerintah Kota (Pemkot) Bogor.
Deddy pun tak menampik jika setiap tahun selalu ada masyarakat yang kecewa dengan sistem zonasi PPDB. Bahkan, terdapat kecurigaan dari pengaplikasian sistem zonasi yang sudah dilaksanakan empat tahun ke belakang.
“Kami berharap ada evaluasi menyeluruh dari pemerintah, terhadap efek penerapan zonasi dalam PPDB. Kenyataannya banyak menimbulkan kekecewaan, kesempatan mereka masuk ke sekolah yang dituju terganggu dengan banyak keanehan yang dicurigai jarak pendaftar dengan sekolah yang makin dekat,” jelas Deddy.
Terkait kecurigaan pada alamat peserta didik, Deddy mengaku akan menindaklanjutinya secara hati-hati. Misalnya, ada orang tua mendaftarkan anaknya ke sebuah sekolah. Pada awalnya, status anak tersebut aman, namun tiba-tiba berubah karena banyak calon peserta didik yang tinggal di daerah itu.
“Padahal tidak banyak anak sekolah, kok yang daftar banyak? Ada kecurigaan yang perlu dibuktikan,” ucapnya.
Melihat kenyataan yang ada, menurut Deddy Kota Bogor memiliki dua masalah fundamental yang sangat berpengaruh pada pengaplikasian zonasi. Pertama yakni terkait ketersediaan jumlah kursi SMP dan SMAN yang rasionya sangat jomplang.
Kedua, sambung Deddy, pola penyebaran sekolah hanya berkumpul di area tengah kota sehingga menambah rumit masalah di lapangan.
“Harusnya mutu dan pendidikan tolok ukurnya pencapaian akademis. Kami berharap ada evaluasi untuk masuk sekolah, harusnya dititikberatkan ke prestasi akademis. Apalagi pola persaingan tinggi yang disebabkan jumlah ketersediaan kursi yang rasionya masih belum baik,” kata Deddy.