Rabu 05 Jul 2023 22:42 WIB

KPAI Dorong Pendekatan Keadilan Restoratif di Kasus Anak Bakar Sekolah Akibat Di-bully

Usia tersangka R yang masih di bawah 14 tahun menjadi pertimbangan KPAI.

Korek api (ilustrasi). LPAI meminta klarifikasi dari Kepolisian Resor Temanggung terkait kasus anak bakar sekolah.
Foto: www.freepik.com
Korek api (ilustrasi). LPAI meminta klarifikasi dari Kepolisian Resor Temanggung terkait kasus anak bakar sekolah.

REPUBLIKA.CO.ID, TEMANGGUNG -- Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) mendorong penyelesaian kasus anak membakar sekolah di Temanggung, Jawa Tengah, dilakukan secara restorative justice. Ketua KPAI Ai Maryati Solihah di Temanggung, Rabu (5/7/2023), menyampaikan usia anak yang bersangkutan (R) masih di bawah 14 tahun jadi pertanggungjawaban secara hukum sebaiknya dilakukan secara restorative justice.

"Tentu kita semua, saya kira bukan hanya KPAI mendorong untuk restorative justice," katanya usai berkoordinasi dengan sejumlah pihak terkait di Temanggung.

Baca Juga

Komisioner KPAI Sub Pengaduan Dian Sasmita mengatakan, saat ini kasus masih berjalan dan KPAI mendorong penerapan prinsip-prinsip sistem peradilan pidana anak (SPPA) dengan pendekatan keadilan restoratif.

"Keadilan yang memulihkan, apa pun kesalahan anak, dan kerugian yang diakibatkan anak diharapkan bentuk pertanggungjawabannya maupun konsekuensinya lebih mendorong pada perubahan perilaku anak, apalagi anak umurnya belum 14 tahun," kata Dian.

Menurut dia, dengan kondisi spesial anak tentunya akan ada pertimbangan oleh para pihak yang terlibat karena dalam SPPA tidak hanya kepolisian, tetapi ada petugas pemasyarakatan (PK), bapas yang mengobservasi, dan kemudian menyusun rekomendasi bentuk penanganan hukumnya seperti apa, termasuk ada pekerja sosial, psikolog, konselor, dan semua pihak terlibat. Secara psikologis, katanya, kondisi anak sampai saat ini masih menjadi telaah dari Sentra Terpadu KartiniKemensos dengan tim psikolognya.

"Jadi kami tidak bisa menyampaikan secara detail situasi anak, tetapi memang anak ini membutuhkan 'special need' sehingga perlu penanganan khusus dan observasi lebih mendalam oleh para ahli psikolog dari Sentra Terpadu Kartini," katanya.

Menyinggung kasus bullying, beber dia, pihaknya mendorong pemerintah daerah menyusun kebijakan untuk pencegahan bullying. Dan bagi sekolah setempat fakta terkait bullying ini masih digali lebih dalam dan pihak pekerja sosial turun untuk memastikan bagaimana situasi sekolah tersebut.

 

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement