REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Rancangan Undang-Undang (RUU) Perampasan Aset diyakini mampu membuat keuangan negara menjadi sangat mapan. Direktur Eksekutif Forum Masyarakat Peduli Aset Negara (Formapan) Indonesia, Sahat F Aritonang pun mendesak agar RUU Perampasan Aset segera dibahas dan disahkan DPR RI.
Sahat menekankan, agar keuangan negara mapan, RUU Perampasan Aset juga mengatur tentang pengelolaan aset yang dirampas.
"Untuk keuangan Indonesia mapan, maka aset rampasan ini harus dikelola dengan baik. Setelah perampasan aset, tentu terjadi gugat menggugat, itu yang harus kita dalami," katanya, dalam Seminar Nasional Akselerasi RUU Perampasan Aset, Forum Masyarakat Peduli Aset Negara (Formapan).
Ia menegaskan, DPR dan pemerintah harus benar-benar menaruh perhatian serius pada RUU Perampasan Aset. Misalnya terkait RUU mengatur tentang pembentukan Badan Pengelolaan Aset Negara.
"Jadi tersendiri dia nanti, antara yang menyelidik, melakukan penyitaan, dengan yang mengelola aset. Sehingga nantinya, materi untuk keuangan negara mungkin saja bisa tercover dengan kontrol yang baik," ujarnya.
Peneliti Forum Masyarakat Peduli Parlemen (Formappi), Lucius Karus ragu RUU Perampasan Aset segera dibahas DPR. "Sejak Presiden mengirim Surpres awal Mei 2023, belum ada langkah apapun yang dibuat DPR. Untuk mengagendakan RUU ini untuk dibawa ke Paripurna untuk dibahas. Saya menduga RUU Perampasan Aset ini tunggu panggung yang tepat. Entah untuk dilanjutkan, atau dihentikan," ujarnya.
Sebab, menurut pengamatan Lucius, DPR selalu mendahulukan pembahasan undang-undang yang berdampak elektoral, menjelang Pemilu. "Lihat saja RUU Desa, cuma dalam hitungan hari dibahas. Ketika mereka butuh dukungan Kepala Desa, mudah sekali dirubah masa jabatannya menjadi 9 tahun. Mudah kemudian meminta sesuatu sebagai reward kepada para kepala desa," ucapnya.
"Jadi pasti bukan waktu yang tepat untuk membahas ini sebelum Februari 2024. Belum juga dibahas, banyak draf di 2022 dikurangi di 2023. Itu masih pemerintah, belum DPR nya. Jadi di pemerintahan juga banyak pemain ini," kata Lucius menambahkan.
Praktisi Hukum, Denny Kailimang menilai, RUU Perampasan Aset memiliki semangat yang positif. Sebab, Pasal 5 UU Perampasan Aset mengatur tentang aparat negara dapat merampas aset, meski masih dalam bentuk dugaan penyelewengan.
"Ada baiknya sebenarnya ini. Jadi kalau ada tetangga kita yang pejabat punya mobil kira-kira ga sesuai, kita bisa melaporkan," kata Denny.
Mantan Ketua Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK), Yunus Husein menjelaskan, RUU Perampasan Aset bukan untuk menghukum pelaku. Melainkan untuk merampas aset tindak pidana untuk dijadikan milik negara.
Pada perkara perampasan aset, ditekankan Yunus, jaksa sebagai pengacara negara hanya melawan aset, tanpa harus menghukum pelaku. "Bisa karena pelakunya masih diburu, meninggal, sakit permanen, atau ada situasi yang tidak memungkinkan untuk diadili orangnya," ujarnya.
Sebelumnya, Presiden Joko Widodo menyatakan sudah berulang kali mendorong agar DPR segera menyelesaikan Rancangan Undang-Undang (RUU) Perampasan Aset, dalam upaya memudahkan proses penanganan tindak pidana korupsi.
"RUU perampasan aset, saya itu sudah mendorong tidak sekali dua kali, sekarang posisinya itu ada di DPR," kata Presiden Jokowi, demikian dilansir dari Antara.