REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) mengaku tak kunjung mendapatkan akses memadai untuk melihat dokumen persyaratan bakal calon anggota legislatif (caleg) Pemilu 2024. Bawaslu pun mempertanyakan sikap KPU membatasi akses Bawaslu, yang notabene juga lembaga penyelenggara pemilu.
Ketua Bawaslu RI Rahmat Bagja mengatakan, sudah hampir dua bulan tahapan pendaftaran dan verifikasi dokumen bakal caleg berlangsung, tapi pihaknya tetap tidak bisa mengakses dokumen persyaratan bakal caleg lewat aplikasi Sistem Informasi Pencalonan (Silon) KPU. Pihaknya hanya diperbolehkan melihat dokumen para kandidat itu dengan cara mendatangi langsung ruangan petugas verifikator KPU.
Masalahnya lagi, lanjut dia, petugas Bawaslu hanya diperbolehkan melihat dokumen persyaratan bakal caleg di aplikasi Silon di komputer verifikator selama 15 menit saja. Petugas Bawaslu juga tidak boleh memotret dokumen itu. Alhasil, Bawaslu kesulitan mengawasi proses verifikasi, termasuk pengawasan terhadap keaslian ijazah para bakal caleg.
Atas persoalan itu, Bagja menyebut pihaknya sudah empat kali mengirimkan surat protes kepada KPU RI. Surat terakhir dikirimkan pada Selasa (20/6/2023). Bagja sendiri juga telah menemui Ketua KPU Hasyim Asy'ari membahas persoalan ini. Namun, tetap saja Bawaslu tidak diberikan akses memadai terhadap dokumen persyaratan para kandidat itu.
"Kami sudah kirim surat agar Silon terbuka. Kita kan sama-sama penyelenggara toh. Apa masalahnya gitu. Jangan ada dusta di antara kita," kata Bagja kepada wartawan di kantornya, dikutip, Kamis (22/6/2023).
Menurut Bagja, KPU telah bersikap tidak terbuka kepada Bawaslu, yang merupakan lembaga penyelenggara pemilu yang ditugaskan undang-undang untuk melakukan pengawasan. Dia pun heran dengan langkah KPU menggunakan sistem informasi bernama Silon, tapi malah semakin menutup aksesnya.
"Yang namanya sistem informasi itu terbuka, membuat transparansi. Kok ini malah vice versa (kebalikannya), tidak sejalan dengan filosofi transparansi. Mending balik ke sistem konvensional seperti dulu saja sekalian," ujarnya.
Bagja mengatakan, surat protes keempat yang dikirimkan pada Selasa merupakan warkat terakhir. Apabila KPU tak kunjung memberikan akses memadai terhadap dokumen bakal caleg dalam pekan ini, maka Bawaslu RI akan mengadukan pimpinan KPU RI ke Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) pada pekan depan.
"Kalau surat kami tidak berbalas, tentu ada berbalas dengan (bentuk) lain," katanya.
Dia mengatakan, rencana mengadukan pimpinan KPU RI ke DKPP tersebut merupakan keputusan rapat pleno komisioner Bawaslu RI. Selain pengaduan ke DKPP, Bawaslu RI juga berencana mengambil langkah hukum mandiri dengan menyatakan tindakan KPU membatasi akses itu merupakan pelanggaran administratif pemilu.
Bagja mengakui, pihaknya menahan diri untuk tidak menyatakan tindakan KPU itu melanggar ketentuan pemilu. Sebab, pihaknya tidak ingin kepercayaan publik terhadap gelaran Pemilu 2024 anjlok lantaran melihat KPU dan Bawaslu berkonflik secara terbuka.
"Kalau kita tidak sabar, pemilu kita bisa bermasalah. Kalau kita bertengkar terus dengan KPU, ya masyarakat menjadi tidak percaya. Yang kita pertaruhkan kan trust terhadap penyelenggara, ini yang agak repot," kata pria yang juga menjadi komisioner Bawaslu RI pada Pemilu 2019 itu.
Sebagai catatan, seluruh partai politik peserta Pemilu 2024 telah mendaftarkan bakal caleg DPR RI, DPRD provinsi, hingga DPRD kabupaten/kota ke KPU pada 1-14 Mei 2024. KPU kini sedang memverifikasi dokumen persyaratan para caleg itu. Publik baru bisa mengetahui nama-nama dari puluhan ribu bakal caleg itu pada 19 Agustus 2023.