Selasa 20 Jun 2023 16:52 WIB

Kopaja dan Orang Tua Murid Demo Sistem PPDB 2023/2024

Dari 170 ribu siswa yang ikut PPDB, hanya 6.909 siswa yang diterima di SMA/SMK negeri

Rep: Haura Hafizhah/ Red: Erik Purnama Putra
Para orang tua menggelar aksi mengkritisi aturan  Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) 2023/2024.
Foto: Dok Republika.co.id
Para orang tua menggelar aksi mengkritisi aturan Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) 2023/2024.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Koalisi Kawal Pendidikan Jakarta (Kopaja) dan para orang tua murid berdemo di depan Balai Kota DKI, Jakarta Pusat. Mereka mempermasalahkan terkait Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) 2023/2024.

Berdasarkan pantauan Republika.co.id pada Selasa (20/6/2023), aksi demonstrasi dimulai pada pukul 11.00 WIB. Mereka membawa poster yang bertuliskan 'menagih janji wajib belajar' (sekolah bebas biaya) dan 'wajib belajar omong kosong'.

Perwakilan Kopaja, Ubaid Matraji, mengatakan, Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI harus memperbaiki sistem PPDB. Pasalnya, sistem tersebut membuat murid menjadi terdiskriminasi karena hanya sekolah hanya menampung 6.909 siswa atau empat persen dari jumlah peserta didik yang gagal dalam seleksi PPDB SMA/SMK.

"Harus ada perbaikan sistem PPDB. Yang jadi alasan Pemprov DKI Jakarta ini adalah sistem PPDB bersama. Okelah jumlah negeri itu terbatas, karena itu skema DKI Jakarta itu pakai PPDB Bersama," kata Ubaid saat ditemui di depan Balai Kota DKI, Selasa.

Meski begitu, kata dia, PPDB bersama itu hanya sebuah janji itu yang enak dilihat. padahal, sistem itu hanya mampu menampung empat persen dari total kebutuhan 170 ribu siswa DKI Jakarta yang tidak bisa diterima di sekolah negeri. "Hanya mampu menampung empat persen jadi sangat kecil sekali," kata Ubaid.

Dia menilai, seharusnya PPDB bersama mampu menampung 100 persen peserta didik yang gagal di tahapan seleksi masuk sekolah negeri. Pihaknya menuntut sistem PPDB bersama tidak hanya untuk SMA/SMK saja, tapi juga berlaku di tingkat SD dan SMP.

"Kita inginnya yang tidak tertampung itu ya ditampung 100 persen. Jangan hanya mengeluarkan PPDB bersama hanya menampung empat persen. Jadi kesalahannya itu yang pertama," kata Ubaid.

Perwakilan Kopaja Irwan Aldrin mengatakan, dalam pemberlakuan PPDB, masih terjadi sistem seleksi. Kondisi itu tentu saja memicu terjadinya diskriminasi siswa.

"Karena ada anak yang diterima dan anak yang tidak diterima. Padahal kalau kita amati dari konsep wajib belajar maka dalam proses penerimaan peserta didik baru itu tidak boleh ada seleksi," kata Irwan.

Dia melanjutkan tidak semua orang tua siswa mampu menyekolahkan anak di sekolah swasta. Irwan menilai, Pemprov DKI harus bertanggung jawab menjamin hak pendidikan siswa di Ibu Kota. "Karena banyak sekali yang tidak menyadari adanya cacat itu dalam proses PPDB ini," ucap Irwan.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement