REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Hakim Agung Prim Haryadi kembali tak memenuhi panggilan penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terkait kasus dugaan suap penanganan perkara di Mahkamah Agung (MA). Lembaga antirasuah ini mengingatkan bahwa dapat melakukan penjemputan paksa terhadap Prim jika terus bersikap tidak kooperatif.
KPK telah dua kali memanggil Prim untuk dimintai keterangan sebagai saksi dalam kasus dugaan suap di MA. Pada Rabu (31/5/2023) Prim menyampaikan konfirmasi ke KPK bahwa ia tidak bisa menghadiri pemeriksaan dan meminta penjadwalan ulang.
Kemudian, pada Rabu (7/6/2023) kemarin, dia mangkir saat keterangannya dibutuhkan untuk mengusut kasus yang menyeret nama Sekretaris MA, Hasbi Hasan. "Apakah bisa dilakukan pemanggilan paksa? Yang sesuai ketentuan undang-undang, bisa," kata Wakil Ketua KPK, Alexander Marwata di Gedung KPK, Jakarta Selatan, Rabu malam.
Menurut Alex, Prim seharusnya hadir saat dipanggil KPK. Apalagi, Prim berprofesi sebagai hakim dan diyakini sangat paham mengenai Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP). Dia dapat dijemput paksa, jika dua kali mangkir dari pemeriksaan.
Namun, Alex menekankan, penjemputan paksa bukan satu-satunya opsi yang akan dilakukan KPK. Dia menyebut, pihaknya masih ingin memanggil Prim satu kali lagi. "Kami berharap untuk panggilan berikutnya, yang bersangkutan (Prim) akan hadir," ujar Alex.
Selain itu, Alex mengungkapkan, KPK juga bakal menembuskan surat pemanggilan Prim ke Ketua MA yang merupakan atasannya. Sehingga Prim dapat diperintahkan untuk memenuhi pemeriksaan penyidik.
"Jadi tidak hanya kepada yang bersangkutan (Prim), tetapi kami meminta kepada Ketua MA untuk memerintahkan Hakim Agung untuk hadir memenuhi panggilan KPK," jelas Alex.
KPK secara resmi mengumumkan dua tersangka baru dalam kasus suap pengurusan perkara di MA. Selain Hasbi, KPK juga menetapkan eks Komisaris Independen Wika Beton, Dadan Tri Yudianto sebagai tersangka. Bahkan, KPK sudah menahan Dadan.
Dadan diduga berperan sebagai makelar kasus dalam kasus ini. Ia meminta Hasbi untuk membantu mengurus perkara kasasi yang tengah dihadapi kenalannya, yakni Debitur Koperasi Simpan Pinjam (KSP) Intidana, Heryanto Tanaka.
Heryanto pun memberi imbalan kepada Dadan sebesar Rp 11,2 miliar. Uang itu juga kemudian dibagikan ke Hasbi.