REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Kejaksaan Agung (Kejakgung) belum punya bukti cukup tentang suap-gratifikasi yang diduga diterima oleh hakim-hakim kasasi terkait vonis Gregorius Ronald Tannur.
Kepala Pusat Penerangan dan Hukum (Kapuspenkum) Kejakgung Harli Siregar mengatakan, penyidikan Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus (Jampidsus) sampai saat ini, hanya memiliki pengakuan dari tersangka Zarof Ricar (ZR) yang menerangkan adanya uang disiapkan untuk tiga hakim di Mahkamah Agung (MA) dalam upaya hukum membebaskan terpidana kasus kematian Dini Sera Afriyanti tersebut.
Harli mengatakan, pengakuan dari ZR kepada penyidik, uang yang disiapkan tersebut sebesar Rp 5 miliar. Uang itu, berasal dari tersangka Lisa Rahmat (LR) yang merupakan pengacara Ronald Tannur. Uang tersebut, dari pengakuan ZR pula disiapkan untuk hakim dengan inisial S, A, dan S.
“Nama-nama hakim yang tiga itu (S, A, dan S), kan dari dia (ZR). Dan dia (ZR) sudah menyampaikan (Rp) 5 miliar itu dari LR untuk tiga nama-nama itu. Apakah itu sudah diterima (diserahkan ke tiga hakim MA)? Ini yang masih terus didalami oleh penyidik,” kata Harli di Kejakgung, Jakarta, Jumat (15/11/2024).
Harli mengatakan, ZR irit bicara soal dugaan keterlibatan hakim-hakim agung tersebut. “Dibutuhkan keterbukaan dari keterangan dia, apakah uang-uang itu sudah diterima oleh tiga nama itu (hakim-hakim kasasi),” ujar Harli.
Kesulitan penyidik dalam pembuktian, apakah hakim-hakim agung tersebut sudah menerima uang dari LR melalui ZR tersebut, dikarenakan adanya timbunan uang hampir Rp 1 triliun, dan kepingan emas seberat total 51 Kg yang ditemukan penyidik di rumah ZR.
Harli mengatakan, ZR mengakui timbunan uang setotal Rp 922 miliar, dan 446 keping emas tersebut adalah hasil dari pengurusan-pengurusan perkara.
ZR selama ini merupakan pejabat tinggi di MA. Timbunan uang dan kepingan-kepingan emas tersebut, dikatakan Harli, diakui ZR untuk disalurkan ke hakim-hakim yang memutuskan banyak perkara di MA, maupun di tingkat peradilan lainnya.
Hanya saja, kata Harli, ZR sendiri pun kepada penyidik mengaku lupa uang hampir Rp 1 triliun dan timbunan emas tersebut berasal dari pengurusan perkara-perkara yang mana. “Nah, seharusnya kan dia (ZR) bilang mengurus perkara-perkara yang mana saja,” begitu kata Harli.
Meskipun begitu, Harli mengatakan, penyidikan di Jampidsus tetap mendalami pengakuan-pengakuan ZR tersebut.
Ada tiga persoalan hukum yang menjerat ZR saat ini. Kasus pertama terkait skandal suap-gratifikasi dalam vonis bebas Gregorius Ronald Tannur oleh Pengadilan Negeri (PN) Surabaya, Jawa Timur (Jatim).
Penangkapan ZR sebetulnya pengembangan pengusutan korupsi suap-gratifikasi terkait vonis bebas perkara pembunuhan Dini Sera Afriyanti yang digelar di PN Surabaya, pada Juli 2024. Dari pengusutan suap-gratifikasi tersebut, tim penyidikan Jampidsus, pada Rabu (23/10/2024) menangkap tiga hakim yang memvonis bebas Ronald Tannur.
Mereka adalah, Erintuah Damanik (ED), Mangapul (M), dan Heru Hanindyo (HH). Pengacara Ronald Tannur, LR juga ditangkap dalam kasus tersebut. Belakangan, Senin (4/11/2024), penyidik Jampidsus juga menetapkan Meirizka Widjaja (MW) yang merupakan ibu kandung Ronald Tannur sebagai tersangka ke-5.
Dari pengusutan terhadap tiga hakim dan satu pengacara tersebut, tim penyidik Jampidsus menemukan uang Rp 20,7 miliar dalam berbagai mata uang lokal dan asing yang ditemukan di enam properti milik para tersangka itu.
Diketahui juga, LR memberikan uang Rp 1,5 miliar, dan Rp 2 miliar yang bersumber dari MW untuk diberikan kepada tiga hakim yang membebaskan Ronald Tannur.
Tiga hakim yang membebaskan Ronald Tannur di peradilan tingkat pertama itu juga hasil dari persekongkolan jahat antara LR, dengan ZR yang memiliki hubungan pertemanan.
Bahwa LR, meminta ZR untuk diperkenalkan dengan inisial R, seorang pejabat di PN Surabaya untuk mengatur komposisi majelis hakim yang bisa membebaskan Ronald Tannur. Masalah hukum selanjutnya yang menjerat ZR, terkait dengan lanjutan proses hukum Ronald Tannur. Bahwa bebasnya Ronald Tannur dari tuntutan 12 tahun penjara atas pembunuhan Dini Sera membuat jaksa mengajukan kasusnya itu ke kasasi di MA.
Terungkap dalam penyidikan, bahwa dalam proses kasasi itu, pun LR memberikan uang Rp 5 miliar kepada ZR. Uang tersebut, LR berikan agar ZR mengatur hasil kasasi di MA untuk menguatkan putusan bebas Ronald Tannur sebelumnya. Rp 5 miliar itu LR titipkan kepada ZR untuk diserahkan kepada S, A, dan S, yaitu para hakim agung pemutus kasasi Ronald Tannur.
Sebagai imbalan LR, memberikan uang Rp 1 miliar kepada ZR. Hasil kasasi Ronald Tannur, dipublis oleh MA pada Rabu (23/10/2024) ketika Jampidsus menangkap tiga hakim PN Surabaya. Kasasi MA berujung pada pembatalan vonis bebas, dengan menghukum Ronald Tannur 5 tahun penjara.
Selanjutnya, dari pengusutan terhadap ZR, tim penyidikan di Jampidsus melakukan penggeledahan di kediamannya di bilangan Senayan, Jakarta Selatan (Jaksel). Dari penggeledahan tersebut, penyidik Jampidsus menemukan barang bukti berupa timbunan uang dalam berbagai mata uang lokal, dan asing yang ditotal mencapai Rp 922 miliar.
Penyidik juga menemukan kepingan-kepingan emas sebanyak 446 buah dengan berat total 51 Kg, yang jika dikonversi mencapai Rp 75 miliar. Temuan tersebut, kini dalam penguasaan sita penyidik Jampidsus sebagai barang bukti tindak pidana. Karena ZR, dalam pengakuannya mengatakan timbunan uang tersebut merupakan hasil dari praktik mafia peradilan dalam pengurusan-pengurusan kasus di MA dan peradilan lainnya sejak 2012.