REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Indonesia Corruption Watch (ICW) bersama sejumlah organisasi lainnya mengirimkan surat kepada Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Anwar Usman, Senin (5/6/2023). Lewat surat itu, ICW dkk menyampaikan ihwal peraturan KPU RI terkait syarat calon anggota legislatif (caleg) mantan terpidana, termasuk eks koruptor, yang dinilai bertentangan dengan putusan MK.
"Koalisi berharap, pascapengiriman surat kepada ketua MK, mahkamah dapat segera menegur KPU karena mereka terbukti telah menafsirkan semena-mena suatu putusan yang bersifat final dan mengikat," kata peneliti ICW, Kurnia Ramadhana, lewat keterangan tertulisnya, Selasa (6/6/2023).
ICW bersama tujuh organisasi lainnya yang tergabung dalam Koalisi Masyarakat Sipil Kawal Pemilu Bersih itu 'mengadukan' KPU RI berkaitan dengan Putusan MK Nomor 87/PUU-XX/2022 dan 12/PUU-XXI/2023. Kedua putusan dengan amar serupa itu menyatakan bahwa eks terpidana, termasuk eks terpidana kasus korupsi, dengan ancaman lima tahun atau lebih baru boleh menjadi caleg atau calon anggota DPD setelah melewati masa tunggu lima tahun sejak bebas murni.
KPU mengadopsi substansi putusan tersebut ke dalam Peraturan KPU (PKPU) Nomor 10 Tahun 2023 tentang Pencalonan Anggota DPR dan DPRD serta PKPU Nomor 11 Tahun 2023 tentang Pencalonan Anggota DPD. Hanya saja, dalam kedua PKPU tersebut, KPU RI turut memuat pasal yang menyatakan bahwa ketentuan masa tunggu lima tahun tak berlaku bagi mantan terpidana yang mendapatkan hukuman tambahan berupa pencabutan hak politik.
KPU membuat simulasi atas penerapan pasal pengecualian itu. Diumpamakan ada seorang mantan terpidana yang dijatuhi hukuman tambahan berupa pencabutan hak politik selama tiga tahun. Si eks terpidana itu bebas murni pada 1 Januari 2020.
Dia hanya perlu menjalani hukuman pencabutan hak politik selama tiga tahun atau hingga 1 Januari 2023, setelah itu sudah boleh menjadi bakal caleg. Dia tidak perlu mengikuti ketentuan masa tunggu 5 tahun atau hingga 1 Januari 2025.
ICW dkk menyebut pasal pengecualian tersebut merupakan bentuk pembangkangan KPU RI terhadap putusan MK. "MK tidak pernah mencantumkan pengurangan masa jeda waktu lima tahun dengan jumlah pidana tambahan pencabutan hak politik," kata Kurnia menegaskan.
ICW dkk pun menuduh KPU memberikan 'karpet merah' kepada eks koruptor menjadi caleg. Sebab, banyak eks koruptor akan diuntungkan karena rata-rata terpidana kasus korupsi hanya dijatuhi sanksi pencabutan hak politik selama tiga tahun lima bulan.
Ketua KPU RI Hasyim pada Selasa (23/5/2023) membantah tuduhan ICW dkk soal pembangkangan konstitusi dan karpet merah bagi koruptor itu. Pasal pengecualian tersebut, kata Hasyim, dibuat dengan berlandaskan pada bagian pertimbangan putusan MK.