REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Presiden Partai Buruh yang juga Presiden KSPI, Said Iqbal, menyoroti pernyataan Kepala Badan Pelindungan Pekerja Migran Indonesia (BP2MI) Benny Rhamdani soal asumsi 4,4 juta buruh migran ilegal. Menurut Said Iqbal, perlu ada audit lebih jauh menyoal dampak dan penyebabnya.
“Kami meminta BP2MI dilakukan audit investigasi mengapa ada 4 juta lebih buruh migran bisa illegal,” kata Said dalam keterangannya di Jakarta, Kamis (1/6/2023).
Untuk solusi pencegahan, Said meminta adanya pemberlakuan sertifikasi kepada agen penyalur buruh migran Indonesia, yang dikeluarkan oleh lembaga independen. Hal itu, kata dia, untuk mencegah buruh migran ilegal yang diberangkatkan oleh agen penyalur tak tersertifikasi.
"Khususnya agen penyalur buruh migran Indonesia ke negara tujuan Arab Saudi, Malaysia, Taiwan, dan Hongkong. Hal lain yang kami usulkan adalah membentuk LBH untuk melakukan advokasi buruh migran Indonesia. Baik yang legal maupun ilegal," tambah Said Iqbal.
Lebih jauh, dia menambahkan, BP2MI juga harus bertanggung jawab atas alasan banyak buruh migran tersebut meninggal dunia di negara tujuan. Apalagi, mengutip data yang dikantonginya, dalam setahun ada 1.900 lebih mayat yang dipulangkan karena TPPO.
“Khusus di NTT sejak Januari sampai Mei, sudah mencapai 55 orang mayat pulang karena perdagangan orang. Partai Buruh dan KSPI mendesak agar dibentuk tim investigasi forensik," katanya.
Diketahui, Kepala Badan Pelindungan Pekerja Migran Indonesia (BP2MI) Benny Rhamdani mengungkapkan, pada 2017 World Bank merilis ada 9 juta orang Indonesia yang bekerja di luar negeri. Padahal katanya, data SiskoP2MI kurang lebih hanya mencatat 4,6 juta orang.
"Jadi asumsinya ada 4,4 juta mereka orang Indonesia yang bekerja di luar negeri yang berangkat unprocedural dan diyakini oleh sindikat penempatan ilegal," kata Benny.