Selasa 23 May 2023 13:58 WIB

Lemhannas akan Lakukan Kajian Terkait Revisi UU TNI

Salah satu fokus pengkajian yakni penempatan TNI aktif di lembaga sipil.

Rep: Flori Sidebang/ Red: Agus raharjo
Gubernur Lembaga Ketahanan Nasional (Lemhannas), Andi Widjajanto (kanan) didampingi Wakil Gubernur Lemhannas Letjen MS Fadhilah.
Foto: Republika/Erik Purnama Putra
Gubernur Lembaga Ketahanan Nasional (Lemhannas), Andi Widjajanto (kanan) didampingi Wakil Gubernur Lemhannas Letjen MS Fadhilah.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Lembaga Ketahanan Nasional (Lemhannas) mengaku akan mengkaji soal usulan revisi Undang-Undang TNI. Kajian itu bakal melibatkan unsur TNI, Kementerian Pertahanan (Kemenhan), dan para pakar.

"Kami baru akan memulai kajiannya nanti siang focus group discussion-nya nanti siang tentang revisi UU TNI itu," kata Gubernur Lemhannas, Andi Widjajanto di Kantor Lemhannas, Jakarta, Selasa (23/5/2023).

Baca Juga

Andi mengatakan, ada dua variabel utama yang bakal dikaji terkait revisi undang-undang tersebut. Pertama, jelas dia, kajian itu akan mendalami soal ada atau tidaknya perubahan karakter perang.

"Kalau karakter perang itu biasanya dikaji apakah ada ancaman baru, tipe ancaman baru, apakah ada teknologi baru. Kalau dua jawaban ini iya ada perubahan karakter perang, maka yang pertama-tama disesuaikan (adalah) doktrin pertahanan dan militernya. Doktrin pertahanan dan militernya berubah karena karakter perang berubah, lalu diuji apakah regulasinya cocok dengan doktrin yang baru," ujar Andi.

Variabel kedua, sambung dia, yaitu mengenai hubungan sipil dan militer. Lemhannas akan mengkaji apakah ada perubahan kualitas hubungan sipil-militer dalam rangka konsolidasi demokrasi.

"Dulu UU Pertahanan, UU TNI tahun 2004 dibuat untuk mengantisipasi terjadinya perubahan hubungan sipil-militer ini dari negara yang otoritarian di masa Orde Baru menjadi negara yang demokratis," tegas dia.

Andi mengungkapkan, dalam variabel yang kedua ini, pihaknya bakal mendalami bagaimana hubungan antara Presiden, DPR, Menhan, Panglima TNI, dan kepala staf dari tiga matra. "Apakah ini bisa diperkuat untuk konsolidasi demokrasi kita," ujar dia.

Selain itu, Lemhannas juga akan mengkaji hubungan yang lain. Salah satunya, yakni bagaimana relevansi antara TNI melaksanakan tugas-tugas operasi militer dengan perubahan institusi saat ini.

Andi mencontohkan, dalam Pasal 47 UU TNI, sebelumnya hanya mengatur penempatan anggota aktif TNI di 10 kementerian/lembaga sipil. Padahal, kini institusi sipil telah berkembang pesat.

"Misalnya di Pasal 47 waktu itu tidak ada KSP, waktu itu tidak ada Kemenko Maritim dan Investasi, waktu itu belum ada KKP, waktu itu belum ada Bakamla, BNPB waktu itu sudah ada tugas perbatasan, tapi Badan Nasional Perbatasannya belum dibentuk untuk terintegrasi dengan Kemendagri. Hal-hal itu yang harus kami kaji, tapi pada dasarnya dua variabel besar yang kami kaji perubahan karakter perang dilihat dari ancaman dan teknologi. Yang kedua hubungan sipil-militer dala kerangka konsolidasi demokrasi," tutur Andi.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement