REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Panglima Tentara Nasional Indonesia (TNI), Laksamana Yudo Margono menyinggung data tentang penyalahgunaan senpi dan amunisi di Kodam XVII/Cendrawasih. Berdasarkan data, dari separuh jumlah perkara penyalahgunaan senjata dan amunisi selama 2022 terjadi di wilayah Kodam XVII/Cenderawasih pada periode 2018 sampai dengan triwulan satu 2023.
Menurut Yudo, pada 2022 menunjukkan kenaikan jumlah pelanggaran yang luar biasa dari tahun sebelumnya. Dari satu perkara menjadi 27 perkara atau naik 270 persen. "Hal-hal yang seharusnya tidak boleh terjadi, apalagi di daerah rawan karena secara tidak langsung telah membunuh kawannya sendiri dan rakyat. Harus diberikan hukuman yang setimpal bagi anggota TNI karena telah menjadi seorang pengkhianat bangsa," kata Yudo di Mabes TNI, Cilangkap, Jakarta Timur, Rabu (3/5/2023).
Menurut dia, perkembangan situasi saat ini, khususnya di lingkungan TNI sangat dinamis dan drastis. Akhir-akhir ini banyak kasus pelanggaran hukum yang dilakukan prajurit, berdasarkan data perkara dari Pusat Polisi Militer (Puspom) TNI terus meningkat dari tahun ke tahun.
"Perkara penyalahgunaan senjata api dan munisi yang terjadi di seluruh Indonesia dalam kurun waktu satu dekade yaitu mulai tahun 2013 sampai dengan tahun 2023 bukannya menurun malah justru naik. Pada 5 tahun terakhir pelanggaran naik bertahap sampai puncaknya Tahun 2022 terjadi 45 perkara penyalahgunaan senjata api dan munisi," ujar Yudo.
Dia menyebut, belajar dari perkara yang telah terjadi, TNI perlu melaksanakan evaluasi dari banyaknya kasus penyalahgunaan senjata api dan amunisi. Masih adanya disparitas atau perbedaan hukuman terhadap pelaku penyalahgunaan amunisi, khususnya yang terjadi di daerah operasi, sambung dia, hal itu berdampak dengan tidak adanya efek jera akibat hukuman yang relatif ringan.
"Oleh karena itu perlu adanya pemahaman terhadap Surat Edaran Mahkamah Agung Nomor 5 Tahun 2021 tentang Penjualan Senjata atau Amunisi kepada Musuh. Disebutkan prajurit TNI yang menjual senjata api atau amunisi kepada pihak musuh atau kepada orang yang diketahui atau patut diduga berhubungan dengan musuh oleh karenanya dapat dikenakan pasal 64 ayat 1 KUHP PM sebagai penghianat militer dan ancaman hukuman mati, pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara maksimal 20 tahun," ucap Yudo.
Eks KSAL tersebut juga memberikan penekanan untuk deteksi dan cegah dini, terlebih lagi terkait penyalahgunaan senpi dan amunisi. Yudo mengajak jajarannya untuk mengembangkan teknik dan mekanisme preemptive dan semua prajurit TNI tidak boleh pasif atau hanya terkesan sebagai pemadam kebakaran.
Dia berpesan agar seluruh unsur di TNI ikut merespon atau menindaklanjuti dengan cepat dan tepat terhadap kasus menonjol dan jangan menunggu viral baru diproses. Yudo juga mengingatkan, aparat penegak hukum militer jika melanggar harus mendapat sanksi yang lebih berat.
"Pegang teguh rahasia jabatan, hindari laporan kegiatan disebarluaskan melalui sosial media. Khusus bagi pelaku penjual senpi dan amunisi agar dijerat dengan pasal pidana berlapis dengan ancaman hukuman maksimal berupa hukuman mati untuk memberikan efek jera dan laksanakan koordinasi dan komunikasi dengan baik kepada sesama aparat penegak hukum lainnya," kata Yudo.