REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pengamat hukum dari Pusat Studi Kejahatan Ekonomi Universitas Islam Indonesia (UII) Ari Wibowo merespons viralnya harta kekayaan AKBP Achiruddin Hasibuan di dunia maya. Achiruddin awalnya dikenal warganet setelah anaknya terlibat kasus penganiayaan terhadap seorang mahasiswa di Kota Medan.
Achiruddin pernah memamerkan motor gede jenis Harley Davidson. Tetapi, kendaraan mewah itu ternyata tak dicantumkan dalam laporan harta kekayaan penyelenggara negara (LHKPN) yang disampaikan kepada KPK. Achiruddin pun sempat tak menyetorkan LHKPN selama 10 tahun.
Ari memandang tindakan Achiruddin direstui lemahnya regulasi soal LHKPN. Ia menyinggung sulitnya menjerat Aparatur Sipil Negara (ASN) termasuk anggota Polri yang bandel dalam melaporkan LHKPN.
"Memang aturannya sangat longgar. Tidak ada ancaman sanksi pidana bagi pejabat atau ASN yang tak laporkan LHKPN atau laporkan tapi tidak benar," kata Ari kepada Republika, Kamis (27/4/2023).
Ari mengungkapkan LHKPN dapat punya taring yang lebih tajam kalau ada sanksi kuat bagi pelanggarnya. Selama ini, LHKPN dianggap remeh karena para pelanggar atau yang tidak benar melaporkan ujungnya diganjar sanksi administratif.
Secara undang-undang memang tidak ada hukuman pidana jika ASN hingga pejabat negara tidak melaporkan harta kekayaannya di dalam e-LHKPN. Padahal LHKPN merupakan salah satu upaya mencegah korupsi di Tanah Air.
"Selama ini hanya sanksi administratif saja dari atasan," ujar Ari.
Dari penelusuran situs e-LHKPN, Achiruddin terakhir melaporkan kekayaannya ke KPK pada 2021. Saat itu dia menjabat sebagai kanit 1 subdit 1 Direktorat Reserse Narkoba Polda Sumut.
Dalam LHKPN yang Achiruddin laporkan pada 24 Maret 2021, dia tercatat memiliki total kekayaan sebesar Rp 467.548.644. Menurut laporan itu, dia hanya mempunyai dua aset, yakni tanah seluas 556 meter persegi di Kota Medan senilai Rp 46.330.000. Kemudian, Achiruddin juga punya mobil Toyota Fortuner senilai Rp 370 juta. Selain itu, Achiruddin memiliki kas dan setara kas senilai Rp 51.218.644. Dia tercatat tak mempunyai utang.
Di samping itu, Achiruddin sebelumnya telah melaporkan kekayaannya pada 2011 atau sempat tak melapor selama 10 tahun. Berdasarkan situs e-LHKPN, saat itu dia masih menjabat sebagai kepala Satuan Narkoba Polres Binjai.
Namun, jumlah kekayaannya pada 2011 sama persis dengan yang dilaporkannya saat 2021, yaitu Rp 467.548.644. Meski demikian, perincian LHKPN 2011 itu tak dapat diakses karena situs KPK menyebut data tidak bisa ditemukan.
Ari merasa harta kekayaan Achiruddin masih terbilang wajar. Sehingga menurutnya, KPK belum perlu turun tangan mendalami kekayaan Achiruddin. "KPK belum perlu turun tangan, karena masih wajar dengan jumlah harta segitu termasuk yang belum dilaporkan di LHKPN," ucap Ari.
Atas viralnya kasus ini, Achiruddin telah dicopot dari jabatannya sebagai kabag Bin Ops Direktorat Narkoba Polda Sumatra Utara. Kabid Humas Polda Sumut, Kombes Pol Hadi Wahyudi, mengatakan, pencopotan AKBP Achiruddin dari jabatannya setelah yang bersangkutan diperiksa di Propam Polda Sumut.
"Saudara AH sudah dicopot dari jabatannya sebagai kabag Bin Ops Direktorat Narkoba Polda Sumut dan sekarang nonjob," kata Hadi, Rabu (26/4/2023).
Selain dicopot dari jabatannya, Achiruddin juga diberi sanksi tambahan berupa penempatan khusus dalam tahanan. Ia dinyatakan bersalah karena telah membiarkan anaknya melakukan tindakan kriminal.
Dalam hal ini, Achiruddin terbukti melanggar Pasal 12 huruf M Peraturan Kepolisian Nomor 7 Tahun 2022 tentang Kode Etik Profesi dan Komisi Kode Etik Polri. Adapun Polda Sumut juga telah menetapkan Aditya Hasibuan sebagai tersangka penganiayaan terhadap mahasiswa bernama Ken Admiral.