Rabu 26 Apr 2023 05:56 WIB

Bukan Gelombang Panas, BMKG: Suhu Maksimal Indonesia Mulai Turun

Tidak termasuk kategori gelombang panas karena tidak memenuhi kondisi yang ada.

Rep: Zainur Mahsir Ramadhan/ Red: Ahmad Fikri Noor
Warga beraktivitas saat cuaca terik di kawasan Bundaran Hotel Indonesia, Jakarta, Senin (24/4/2023). Kepala Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) Dwikorita Karnawati mengatakan, fenomena udara panas yang terjadi di Indonesia belakangan bukanlah gelombang panas.
Foto: Republika/Thoudy Badai
Warga beraktivitas saat cuaca terik di kawasan Bundaran Hotel Indonesia, Jakarta, Senin (24/4/2023). Kepala Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) Dwikorita Karnawati mengatakan, fenomena udara panas yang terjadi di Indonesia belakangan bukanlah gelombang panas.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Kepala Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG), Dwikorita Karnawati mengatakan, fenomena udara panas yang terjadi di Indonesia belakangan bukanlah gelombang panas. Menurut dia, ditilik mendalam dengan dua karakteristik ataupun statistik, tidak termasuk kategori gelombang panas karena tidak memenuhi kondisi yang ada.

“Suhu panas di Indonesia bukan gelombang panas dan suhu maksimum harian sudah mulai turun,” kata Dwikorita dalam keterangannya, dikutip Rabu (26/4/2023).

Baca Juga

Dia menyampaikan, secara karakteristik, fenomena suhu panas yang ada di Indonesia merupakan fenomena akibat dari adanya gerak semu matahari yang merupakan suatu siklus biasa tiap tahunnya. Sehingga, kata dia, potensi suhu udara panas seperti ini juga dapat berulang pada periode yang sama setiap tahunnya. 

“Sedangkan secara indikator statistik suhu kejadian, lonjakan suhu maksimum yang mencapai 37,2 derajat celsius melalui pengamatan stasiun BMKG di Ciputat pada pekan lalu hanya terjadi satu hari tepatnya pada 17 April 2023,” tutur dia. 

Meski demikian, Dwikorita menjelaskan, suhu tinggi tersebut sudah turun. Kini, suhu maksimum teramati berada dalam kisaran 34 derajat celsius hingga 36 derajat celsius di beberapa lokasi. 

Khusus untuk variasi suhu maksimum yang berkisar 34 derajat celsius ħingga 36 derajat celsius untuk wilayah Indonesia, disebut masih dalam kisaran normal klimatologi dibandingkan tahun-tahun sebelumnya. Sebab itu, secara klimatologis, dalam hal ini untuk Jakarta, bulan April, Mei, dan Juni adalah bulan-bulan di mana suhu maksimum mencapai puncaknya, selain Oktober-November. 

Lalu, bagaimana cara untuk mengurangi dampak yang dirasa? Juru bicara Kementerian Kesehatan (Kemenkes) Mohammad Syahril, menyoroti cuaca panas dalam beberapa waktu terakhir. Dia meminta agar masyarakat bisa lebih waspada saat berada di luar ruangan dan berupaya menjaga tubuh tetap sehat. 

“Memang cuaca panas beberapa hari ini dan ke depan sedang tidak biasa. Untuk itu mari kita ikuti tips agar terhindar dari dampak cuaca panas ketika sedang atau sering berada di luar ruangan,” kata Syahril dalam keterangannya di Jakarta, Selasa (25/4/2023).

Dalam penjelasannya, berikut adalah beberapa tips untuk menghadapi cuaca panas tak biasa:

1. Cegah dehidrasi dengan minum air yang banyak. Jangan menunggu haus.

2. Hindari minuman berkafein, minuman berenergi, alkohol, dan minuman manis.

3. Hindari kontak dengan sinar matahari secara langsung, gunakan topi atau payung.

4. Memakai baju yang berbahan ringan dan longgar.

5. Hindari menggunakan baju berwarna gelap agar tidak menyerap panas.

6. Sebisa mungkin berteduh di antara pukul 11.00-15.00.

7. Jangan meninggalkan siapa pun di dalam kendaraan dalam kondisi parkir baik dengan jendela terbuka maupun tertutup.

8. Gunakan sunscreen minimal 30 SPF pada kulit yang tidak tertutup oleh baju sebelum keluar rumah.

9. Sediakan botol semprot air yang dingin di dalam kendaraan.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement