REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil (Disdukcapil) DKI Jakarta kemungkinan tidak akan melakukan operasi yustisi kependudukan bagi para pendatang yang masuk ke Jakarta paska Lebaran 1444 Hijriyah/2023 Masehi. Namun, sejumlah konsekuensi dari para pendatang yang tidak melakukan tertib administrasi kependudukan (adminduk) juga disiapkan.
"Untuk sementara ini belum (rencana pengadaan operasi yustisi kependudukan)," kata Kepala Disdukcapil DKI Jakarta, Budi Awaluddin kepada wartawan di Jakarta, Sabtu (15/4/2023).
Budi menjelaskan, jajarannya telah menyiapkan sejumlah aturan bagi para pendatang yang enggan melaporkan diri ke RT/RW maupun bagi mereka yang terbukti tidak memiliki jaminan tempat tinggal. "Jika tidak melapor, kita ada program penonaktifan NIK (nomor induk kependudukan) di mana pak RT bisa mengusulkan warganya untuk dinonaktifkan jika pak RT tidak mengetahui dan tidak mengenal warganya," ujar Budi.
Adapun, apabila pendatang tidak ada jaminan tempat tinggal, Budi menyebut kepada yang bersangkutan tidak diterbitkan dokumen kependudukan karena merupakan bagian dari persyaratan. Hal itu sesuai dengan Peraturan Dalam Negeri Nomor 108 Tahun 2019 tentang Persyaratan dan Tata Cara Pendaftaran Pendudukan dan Pencatatan Sipil.
Sementara untuk para pendatang yang tidak memiliki keterampilan dan kemampuan untuk bersaing di Jakarta, pihaknya tidak bisa mengatur mengenai konsekuensinya secara hukum. Disdukcapil hanya bisa memberi imbauan bersifat mengajak agar mereka mempersiapkan diri dalam bersaing di Ibu Kota.
"Untuk tempat kerja dan keterampilan, imbauan dari kami agar mereka mempersiapkan diri dengan baik jika ingin menetap di Jakarta karena persaingan di Jakarta yang begitu ketat," jelas Budi.
Sementara itu, Ketua Fraksi PDIP DPRD DKI, Gembong Warsono mengatakan, Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI Jakarta melalui RT/RW harus menggencarkan kegiatan pendataan adminduk bagi para pendatang yang masuk ke Jakarta usai libur Lebaran. Meski begitu, ia mendukung juga jika ada opsi operasi yustisi kependudukan.
"Dalam kondisi normal menurut saya cukup meningkatkan peran dan keaktifan RT/RW dalam mendata pendatang. Tapi dalam kondisi tertentu, misalkan terjadi kerawanan sosial, itu yang kita khawatirkan," kata Gembong.
Dia menjelaskan, sebenarnya pendataan yang dilakukan oleh pihak RT/RW terhadap para pendatang yang masuk ke Ibu Kota selepas momen libur Lebaran dinilai lebih maksimal dibandingkan operasi yustisi. Menurut Gembong, pihak RT/RW harus jemput bola untuk mengajak para pendatang tertib adminduk.
"Betul (RT harus jemput bola) peran RT/RW sangat signifikan dalam rangka pendataan di saat paska Lebaran agar setiap orang yang datang terdat, bisa dimonitoring, sehingga Pemda pada akhirnya tidak terbebani akibat berbondong-bondongnya warga di luar Jakarta yang datang ke Jakarta," jelas Gembong.
Namun, jika berbondong-bondongnya para pendatang tersebut berpotensi menciptakan kerawanan sosial, semisal peningkatan kemiskinan, operasi yustisi kependudukan perlu untuk dilakukan. Hal itu dilakukan oleh tataran Pemda lebih atas, yakni Disdukcapil DKI dan Satpol PP DKI.
Dalam operasi yustisi kependudukan, di antara opsinya yakni memulangkan pendatang yang tidak memiliki keterampilan, tempat tinggal, dan pekerjaan. Para pendatang tersebut dipulangkan ke kampung halaman dengan adanya koordinasi Pemda Jakarta dengan Pemda asal pendatang agar tidak kembali lagi ke Ibu Kota.
"Kalau pada akhirnya mereka membebani pemerintah daerah DKI ya konsekuensi logisnya mereka harus kita pulangkan ke kampung halamannya. Untuk yang memiliki kemampuan untuk bersaing di Jakarta dan bisa tetap bertahan hidup di Jakarta dengan kerasnya Jakarta, maka mereka kita biarkan untuk bisa bersaing dengan maksimal," ujar Gembong.
Sebelumnya, Penjabat (Pj) Gubernur DKI Jakarta Heru Budi Hartono menyerahkan tanggung jawab pelaksanaan operasi yustisi kepada Didukcapil DKI. Disdukcapil disebut sudah biasa menggelar operasi tersebut untuk menekan jumlah pendatang pada momen selepas Lebaran.
Heru tidak menyampaikan argumen pribadinya mengenai penting atau tidaknya pelaksanaan operasi yustisi kependudukan. Namun, dia melayangkan larangan bagi para pemudik untuk tidak membawa sanak saudara atau kolega ke Jakarta jika tidak memiliki pekerjaan dan keterampilan.
Sekretaris Daerah (Sekda) DKI, Joko Agus Setyono mengakui, saat ini jumlah penduduk di Jakarta sangat tinggi yakni 11,7 juta, jauh dari angka idealnya sebanyak lima juta sampai enam juta. Dia pun mengakui akan sulit mengurus warga dengan angka selisih yang lebar itu.
Joko mewajibkan para pendatang yang masuk ke Jakarta untuk melaporkan diri kepada RT/RW. Menurut dia hal itu sudah cukup untuk mendata para pendatang dan melakukan follow up. Namun, opsi operasi yustisi kependudukan bisa saja dilakukan jika diperlukan.
"Saya pikir dengan mereka lapor kepada RT dan RW, operasi yustisi tidak perlu. Tapi ya kita melihat perkembangan kalau memang diperlukan kita akan lakukan itu," kata Joko, Rabu (12/4/2023).