REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ketua Umum DPP Partai Bulan Bintang (PBB), Yusril Ihza Mahendra mengeklaim, saat ini, hanya PDIP dan PBB yang merupakan partai ideologis. Dia menuding, partai politik lainnya merupakan partai pragmatis dan tidak punya akar ideologi.
Hal ini disampaikan Yusril kepada wartawan usai membacakan keterangan PBB dalam sidang uji materi atas sistem proporsional terbuka di gedung Mahkamah Konstitusi (MK), Jakarta Pusat, Rabu (8/3/2023). PBB merupakan pihak terkait dalam persidangan itu.
Yusril awalnya menjelaskan mengapa perlu ada partai politik (parpol). Kebutuhan untuk membentuk parpol, kata dia, berangkat dari asumsi bahwa dalam masyarakat majemuk setiap orang punya pemikiran yang berbeda.
Bagi orang-orang yang punya pikiran sama, lanjut dia, dipersilakan bersatu membentuk parpol. Parpol yang terbentuk itu lah yang akan ikut dalam pemilu. "Jadi partai itu mewakili orang yang mempunyai pikiran dan ideologi tertentu," kata Yusril.
Masalahnya sekarang, kata dia, kini hanya segelintir parpol yang bergerak berdasarkan sebuah ideologi. "Sekarang partai ideologis ini kan cuma tinggal dua, PDIP sama PBB," kata Yusril.
"Partai yang lain-lain kan partai pragmatis semua, bukan partai ideologis. Tidak ada akar ideologisnya," kata pakar hukum tata negara itu menambahkan.
Sesama pimpinan partai ideologis, Yusril mengaku, memahami kekesalan Ketua Umum PDIP Megawati Soekarnoputri atas penerapan sistem proporsional terbuka dalam pemilihan legislatif. Sebagai gambaran, dalam sistem proporsional terbuka, pemilih dapat mencoblos caleg yang diinginkan. Pemenang kursi ditentukan jumlah suara terbanyak.
Menurut Yusril, Mega kesal karena PDIP sudah mendidik kader-kader ideologis, tapi kader tersebut justru kalah dalam pemilihan legislatif. Mereka ditimbangkan oleh kader-kader yang punya popularitas dan punya uang banyak.
Ketika kader populer atau kaya ini sudah duduk menjadi anggota dewan, lanjut Yusril, partai biasanya tidak bisa mengontrolnya. Dia menyebut fenomena ini sebagai kooptasi caleg tanpa ideologi terhadap partai politik.
"Padahal ada partai itu untuk menyalurkan orang-orang yang pemikirannya sama. Sekarang ada yang tidak tahu ideologi PDIP seperti apa, tidak tahu ideologi PBB seperti apa, karena dia terkenal dia terpilih menjadi anggota DPR," ujar Yusril.
PDIP dan PBB diketahui memang secara terbuka menyatakan mendukung penerapan kembali sistem proporsional tertutup. Sedangkan parpol lainnya di Senayan menentang.
Sebagai gambaran, dalam sistem proporsional tertutup, pemilih mencoblos parpol. Pemenang kursi anggota dewan ditentukan parpol lewat nomor urut caleg yang sudah ditetapkan sebelum hari pencoblosan. Sistem tersebut digunakan sejak Pemilu 1955 hingga Pemilu 1999.
Karena mendukung sistem proporsional tertutup, PBB mengajukan diri sebagai pihak terkait dalam sidang uji materi sistem proporsional terbuka. PBB lewat Yusril menyampaikan keterangan yang mendukung petitum penggugat, yakni MK memutuskan pileg kembali menggunakan sistem proporsional tertutup.
Yusril menyatakan, sistem proporsional terbuka bertentangan dengan konstitusi. Sebab, konstitusi menyatakan bahwa peserta pemilu adalah parpol dan menyatakan peran serta fungsi parpol. Sedangkan dalam sistem proporsional terbuka justru peran parpol hanya sebatas mengusung calon.
Sistem itu juga diyakini membuat institusi parpol melemah dalam menjalankan peran dan fungsinya. Gugatan uji materi atas sistem proporsional terbuka itu diajukan oleh enam warga negara perseorangan, yang salah satunya merupakan kader PDIP.
Mereka menggugat sejumlah pasal dalam UU Pemilu yang menjadi landasan penerapan sistem proporsional terbuka. Mereka meminta MK memutuskan pileg kembali menggunakan sistem caleg dipilih internal partai atau proporsional tertutup agar diterapkan dalam Pemilu 2024.