REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) kembali memanggil Sekretaris Mahkamah Agung (MA) Hasbi Hasan untuk diperiksa sebagai saksi terkait kasus dugaan suap penanganan perkara yang menjerat Hakim Agung nonaktif, Gazalba Saleh pada Selasa (7/3/2023). Namun, Hasbi tak memenuhi pemanggilan tersebut.
"Saksi tidak hadir dan informasi yang kami terima yang bersangkutan konfirmasi sakit," kata Kepala Bagian Pemberitaan KPK, Ali Fikri kepada wartawan, Selasa.
Ali menyebut, pihaknya akan memanggil ulang Hasbi. Meski demikian, dia belum membeberkan jadwal pemeriksaan terhadap Hasbi.
Penyidik KPK sudah dua kali memeriksa Hasbi Hasan terkait kasus dugaan suap penanganan perkara di MA ini. Pemeriksaan pertama dilakukan pada 28 Oktober 2022 di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta Selatan.
Saat itu Hasbi diperiksa sebagai saksi untuk tersangka hakim agung Sudrajad Dimyati. Selanjutnya pada 12 Desember 2022 KPK kembali memanggil Hasbi Hasan sebagai saksi untuk tersangka hakim agung Gazalba Saleh.
Gazalba diduga melakukan pengondisian terhadap putusan kasasi Budiman Gandi Suparman selaku pengurus Koperasi Simpan Pinjam (KSP) Intidana yang berkaitan dengan konflik di internal koperasi tersebut. Saat itu, Gazalba menjadi salah satu anggota majelis hakim yang ditunjuk untuk memutus perkara terdakwa Budiman. Dalam putusannya, Budiman dihukum pidana selama lima tahun.
Hingga kini, jumlah tersangka dalam kasus dugaan suap penanganan perkara di MA sebanyak 15 orang. Terbaru, KPK menahan Ketua Pengurus Yayasan Rumah Sakit (RS) Sandi Karya Makassar, Wahyudi Hardi. Dia merupakan penyuap Hakim Yustisial atau Panitera Pengganti Mahkamah Agung (MA) Edy Wibowo.
Sementara itu, sembilan tersangka lainnya, yakni Hakim Yustisial/Panitera Pengganti MA Elly Tri Pangestu (ETP); dua orang PNS pada Kepaniteraan MA, Desy Yustria (DY) dan Muhajir Habibie (MH); serta dua PNS MA, yaitu Nurmanto Akmal (NA) dan Albasri (AB).
Kemudian, dua pengacara, yaitu Yosep Parera (YP) dan Eko Suparno (ES); serta dua pihak swasta/Debitur Koperasi Simpan Pinjam Intidana (ID), Heryanto Tanaka (HT) dan Ivan Dwi Kusuma Sujanto (IDKS).