Rabu 01 Mar 2023 18:29 WIB

Kekhawatiran Para Orang Tua yang Anaknya Memulai Sekolah Pukul 5 Pagi

Kebanyakan orang tua murid disebut menolak kebijakan Gubernur Viktor Laiskodat itu.

Sejumlah pelajar Sekolah Menengah Atas (SMA) mengikuti aktivitas belajar mengajar di SMA Negeri I Kupang di Kota Kupang, NTT, Rabu (1/3/2023).  Pemerintah provinsi NTT menerapkan kebijakan aktivitas sekolah bagi SMA/SMK Negeri di NTT dimulai pukul 05.00 WITA dengan alasan untuk melatih karakter siswa/siswa SMA/SMK di NTT.
Foto:

Koordinator Nasional Perhimpunan Pendidikan dan Guru (P2G) Satriawan Salim menilai, tidak ada korelasi antara masuk sekolah pukul 5 pagi dan upaya peningkatan indeks pembangunan manusia (IPM), menurunkan stunting memperbaiki bangunan ruang kelas atau sekolah, memperbaiki akreditasi atau kualitas sekolah, dan meningkatkan kesejahtaeraan guru honorer. Karena, kata Satriawan, masalah-masalah pendidikan di NTT sangat banyak.

Masalah-masalah itu, di antaranya NTT menjadi provinsi dengan prevalensi stunting tertinggi, IPM NTT peringkat ke-32 dari 34 provinsi, masih banyak kelas di sekolah dalam kondisi rusak, lebih dari 50 persen SD, SMP, dan SMK belum dan berakreditasi C. Belum lagi ribuan guru honorer di NTT diberi upah jauh di bawah UMK/UMP, yakni berkisar antara Rp 200-750 ribu per bulan.

Sehingga, kata Satriawan, kebijakan masuk sekolah pukul 5 pagi yang diberlakukan Pemprov NTT ibarat menggaruk bagian yang tidak gatal. Sebab, P2G menilai kebijakan tersebut tidak berkorelasi dengan capaian kualitas pendidikan di NTT.

"Masalah pendidikan di NTT ini sangat banyak," ujar Koordinator Nasional P2G, Satriwan Salim, kepada Republika, Selasa (28/2/2023).

Federasi Serikat Guru Indonesia (FSGI) mengklaim mengumpulkan pendapat sejumlah guru dan orang tua terkait kebijakan masuk sekolah tersebut. Dari sana didapatkan, banyak orang tua yang tidak setuju dengan kebijakan itu.

Responsnya beragam, mulai dari faktor keamanan anak saat menuju sekolah, transportasi yang sulit pada pagi hari, dan kesiapan orang tua di rumah seperti menyediakan sarapan, dan berbagai pertimbangan kesehatan anak.

"FSGI mengkritik kebijakan masuk sekolah jam 05.00 WITA di NTT dan mendorong pemerintah provinsi NTT mempertimbangkan kembali kebijakan tersebut karena sangat membahayakan tumbuh kembang anak, sebaiknya dibatalkan karena tidak berpihak pada kepentingan terbaik bagi anak," kata Sekjen FSGI, Heru Purnomo, Selasa (28/2/2023).

Guru Besar Departemen Ilmu Kesehatan Anak Universitas Indonesia Prof. Dr. dr. Rini Sekartini, SpA(K) menjelaskan bahwa anak usia sekolah yang kurang tidur bisa mengalami sulit berkonsentrasi hingga mengurangi prestasi akademik anak.

"Pada anak besar usia sekolah, kurang tidur dapat menyebabkan anak kurang konsentrasi, tidak fokus, selanjutnya akan menyebabkan masalah belajar dan mengurangi prestasi akademik anak," kata Rini, Rabu.

Rini yang juga tergabung dalam Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) itu menjelaskan, bahwa anak memiliki durasi tidur yang berbeda sesuai dengan usia masing-masing. Misalnya, anak berusia 4 hingga 12 bulan baiknya mempunyai durasi tidur selama 12 hingga 16 jam per hari. Kemudian 1 hingga 2 tahun tidur selama 11 sampai 14 jam per hari dan usia 3 sampai 5 tahun tidur 10 hingga 13 jam per hari.

Selanjutnya pada anak usia sekolah yakni 6 hingga 12 tahun, Rini menganjurkan untuk tidur selama 9 hingga 12 jam per hari dan usia 13 hingga 18 tahun tidur selama 8 hingga 10 jam per hari. Rini mengimbau agar setiap anak memiliki jam tidur yang baik, terlebih pada anak dengan usia yang lebih kecil. Sebab, jika mereka mengalami kurang tidur, maka hal tersebut akan mempengaruhi mood hingga keaktifannya dalam bermain.

Hal tersebut disebabkan karena fungsi tidur bagi anak sendiri berguna untuk memulihkan fisik, emosi maupun psikososialnya. Sehingga, kurang tidur juga akan berpengaruh pada tumbuh kembang hingga masalah perilaku anak.

"Bila anak (dengan usia lebih kecil) kurang tidur, akan menimbulkan kerewelan, anak tertidur saat makan, kurang aktif bermain dan bersosialisasi dengan teman sebaya," kata Rini.

"Selain itu, akan berdampak pada sistem imun anak sehingga anak mudah terserang penyakit. Kemudian, saat tidur malam, tubuh akan mengeluarkan hormon pertumbuhan secara maksimal, dan hormon pertumbuhan berguna untuk mengoptimalkan tinggi badan anak," tutupnya.

 

photo
Menyiapkan bekal makan untuk anak sekolah. - (Republika.co.id)

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement