Jumat 17 Feb 2023 10:17 WIB

Menghapus Sumpah Omerta dan Menegakkan Eksistensi Peradilan Hukum dalam Vonis Eliezer

Adanya justice colaborator maka praktik sumpah Omerta di dunia pengadilan terancam.

Terdakwa Richard Eliezer saat menjalani sidang vonis dalam kasus dugaan pembunuhan berencana terhadap Brigadir J, di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Rabu (15/2/2023). Majelis hakim menjatuhkan hukuman kepada terdakwa Richard Eliezer penjara selama 1 tahun 6 bulan atau lebih ringan dari tuntutan jaksa penunutut umum sebelumnya yakni penjara 12 tahun.
Foto: Republika/Thoudy Badai
Terdakwa Richard Eliezer saat menjalani sidang vonis dalam kasus dugaan pembunuhan berencana terhadap Brigadir J, di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Rabu (15/2/2023). Majelis hakim menjatuhkan hukuman kepada terdakwa Richard Eliezer penjara selama 1 tahun 6 bulan atau lebih ringan dari tuntutan jaksa penunutut umum sebelumnya yakni penjara 12 tahun.

REPUBLIKA.CO.ID, Oleh: Dr. Ari Yusuf Amir, SH, MH, Pendiri Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Yusuf.

Belakangan ini wajah penegakan hukum di Indonesia terlihat muram, termasuk di lembaga peradilan. Gugusan awan hitam datang bertubi-tubi mencoreng kewibawaan para wakil tuhan. September lalu, dua hakim agung dan beberapa oknum aparat peradilan diringkus KPK. Sementara baru-baru ini, nalar publik dikejutkan oleh putusan bebas dan lepas majelis hakim terhadap dua terdakwa dalam kasus penipuan dan penggelapan dana berkedok koperasi Indosurya, yang menghimpun dana 106 triliun dari 23 ribu orang.       

Di tengah situasi itu, ‘oase keadilan’ muncul dari tandusnya ladang penegakan hukum, yang membuat kepercayaan publik sedikit terobati. Tak lain adalah putusan majelis hakim pada kasus pembunuhan berencana terhadap Brigadir Josua Hutabarat yang dilakukan Ferdy Sambo cs. Kasus yang lama menyita perhatian publik, bahkan dunia internasional itu akhirnya diputus.  

Di bawah jutaan sorot pasang mata dan kamera media yang menaruh atensi, Majelis Hakim yang diketuai Iman Wahyu Santoso berhasil ‘mengakhiri’ drama panjang kasus ini, dengan putusan yang memenangkan public common sense. Putusan ini sangat melegakan dahaga publik akan keadilan, khususnya keluarga korban. Sambo sebagai pelaku utama, divonis pidana mati.

Sebelumnya, jaksa hanya menuntut pidana penjara seumur hidup. Sementara istrinya, Putri Candrawathi, divonis 20 tahun penjara dari tuntutan jaksa 8 tahun penjara. Selebihnya, Kuat Ma’ruf diganjar 15 tahun penjara (tuntutan jaksa 8 tahun penjara), dan Ricky rizal divonis 13 tahun penjara (tuntutan jaksa 8 tahun penjara). 

Menariknya, Barada Richard Eliezer, sebagai salah satu pelaku pembunuhan berencana yang karena kejujurannya, membuat kasus ini terang benderang divonis cukup ringan dengan pidana penjara 1 tahun 6 bulan. Putusan ini mengejutkan sekaligus melegakan. Sebab sebelumnya, jaksa menuntut Eliezer pidana penjara 12 tahun.

Putusan ini mendapatkan simpati luas dari berbagai kalangan masyarakat. Tanpa peran Eliezer, kasus ini tidak akan terbuka dan gelap. Publik akan terus dijejali skenario tembak-menembak yang dikarang Sambo. Hal itu juga diakui Mahfud MD, yang sedari awal gigih membongkar kasus ini. Eliezer dalam kasus ini dinilai hakim sebagai justice collaborator.

 Putusan terhadap Eliezer ini bahkan telah berkekuatan hukum tetap (inkracht), sebab Kejaksaan Agung melalui siaran persnya menyatakan tidak mengajukan banding. Kejaksaan Agung menilai, putusan terhadap Eliezer ini telah memenuhi keadilan substantif. Sebab, pihak keluarga korban telah menerima putusan ini dengan ikhlas dan telah memaafkan Eliezer dengan tulus. 

Kejaksaan juga melihat tingginya apresiasi masyarakat terhadap putusan ini. Begitu juga, dengan Eliezer yang tidak menyatakan banding dan menerima vonisnya dengan penuh syukur.  Putusan terhadap Eliezer ini bisa digolongkan sebagai landmark decision atau putusan yang bernilai menjulang dalam menciptakan keadilan. 

 Di belahan dunia lain, vonis terhadap kasus ini menjadi sorotan beberapa media asing. Dua media asal Paman Sam, Bloomberg dan Barron’s turut mengangkat kasus ini. Begitu juga, dua media asal Singapura, the Straits Times dan Channel New Asia. Selain itu, Bangkok Post juga memberi perhatian.  

 

 

 

 

  

 

 

 

 

 

 

 

  

 

 

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement