REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kuasa hukum Gubernur nonaktif Papua Lukas Enembe, Emanuel Herdyanto mengatakan, pihaknya masih menunggu jawaban dari Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Firli Bahuri mengenai surat yang disampaikan kliennya. Surat itu berisi permintaan Lukas untuk izin berobat ke Singapura.
"Belum (ada jawaban)," kata Emanuel kepada wartawan, Selasa (7/2/2023).
Emanuel pun mengungkapkan isi surat yang ditulis tangan oleh Lukas menggunakan pulpen berwarna hitam itu. Dalam surat itu tertulis tanggal 29 Januari 2023.
Berikut isi surat Lukas Enembe
Kepada Yang terhormat Ketua KPK di Jakarta
Dengan hormat, Bapak Ketua yang saya hormati. Sesuai dengan komitmen dan janji bapak bulan lalu untuk berobat di Singapura.
Kondisi kesehatan saya semakin tidak baik selama di rumah tahanan KPK. Tolong bapak mengerti kesehatan saya ini untuk segera berangkat saya ke Singapura dalam minggu ini. Demikianlah hormat saya dalam permohonan surat ini untuk dimakluminya.
Sementara itu, secara terpisah, KPK menyebut bahwa kondisi Lukas tampak sehat selama berada di rumah tahanan (rutan). Lukas bahkan bisa berjalan sendiri dari sel ke ruang kunjungan untuk menemui keluarganya yang menjenguk pada Senin (6/2/2023).
"Artinya, LE (Lukas Enembe) sehat dan mampu menemui keluarganya karena tempat bertemu pihak keluarga dan tersangka bukan di kamarnya, tetapi di ruang publik," kata Kepala Bidang Pemberitaan KPK, Ali Fikri di Jakarta, Selasa.
Lukas ditetapkan sebagai tersangka kasus dugaan suap dan gratifikasi pengerjaan sejumlah proyek pembangunan infrastruktur di Papua. Dia diduga menerima uang dari Direktur PT Tabi Bangun Papua, Rijatono Lakka agar perusahaannya mendapatkan sejumlah proyek pembangunan infrastruktur di Papua. Padahal perusahaan milik Rijatono tidak memiliki pengalaman dalam bidang konstruksi lantaran sebelumnya bergerak pada bidang farmasi.
Selain Lukas, Rijatono juga diduga menemui sejumlah pejabat di Pemprov Papua terkait proyek tersebut. Mereka diduga melakukan kesepakatan berupa pemberian fee sebesar 14 persen dari nilai kontrak setelah dikurangi nilai PPh dan PPN.
Setelah terpilih untuk mengerjakan sejumlah proyek, Rijatono diduga menyerahkan uang kepada Lukas Enembe dengan jumlah sekitar Rp 1 miliar. Di samping itu, Lukas Enembe juga diduga telah menerima pemberian lain sebagai gratifikasi yang berhubungan dengan jabatannya hingga jumlahnya miliaran rupiah. KPK pun sedang mendalami dugaan ini.