REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengaku belum memutuskan soal kemungkinan memindahkan Gubernur nonaktif Papua Lukas Enembe. Pemindahan ke rutan khusus itu masih dibahas.
Kemungkinan pemindahan ini muncul usai puluhan tahanan di Rutan KPK Cabang Gedung Merah Putih mengeluhkan kondisi Lukas. Sebab, dia kerap buang air besar maupun kecil dan meludah sembarangan.
"Pembahasan belum sampai kesimpulan (ditempatkan di rutan khusus). Nanti seperti apa yang bersangkutan, apakah akan di tempat khusus, misalnya, kan ada banyak pertimbangan. Karena kami pastikan KPK memperlakukan tahanannya sama," kata Kepala Bagian Pemberitaan KPK, Ali Fikri kepada wartawan, Senin (7/8/2023).
Ali mengatakan, setiap tahanan memang memiliki hak untuk mendapatkan penempatan khusus. Namun, dia menyebut KPK tak ingin gegabah dalam mengambil keputusan. Apalagi, sambung dia, selama ini pihaknya sudah mengutamakan hak Lukas sebagai tahanan. Salah satunya, soal makanan.
"Lukas Enembe ini kan makanan pokoknya kami ganti dengan ubi. Itu bagian dari terus menjaga kesehatannya, baik fisik maupun mental. Kami beri kebebasan," ujar Ali.
Sebelumnya, puluhan penghuni Rumah Tahanan (Rutan) KPK Cabang Gedung Merah Putih mengeluhkan kondisi Gubernur nonaktif Papua Lukas Enembe selama berada di balik jeruji besi. Dia disebutkan sering buang air hingga meludah sembarangan akibat kesehatannya yang terganggu.
Para tahanan menyampaikan keluhan ini ke Tim Penasihat Hukum dan Advokasi Lukas Enembe (TPHALE) melalui surat yang mereka dan tandatangani. Salah satunya yang mengeluhkan kondisi tersebut adalah terdakwa kasus korupsi pengadaan Helikopter AW-101, John Irfan Kenway.
“Tindakan atau perbuatan berikut ini sudah membuat kami warga tahanan MP menjadi tidak nyaman dan juga sangat mungkin menimbulkan bahaya terhadap kesehatan kami, yaitu kencing di celana, di tempat tidur, kencing di celana, di kursi di ruang bersama, meludah ke lantai atau tempat di mana dia berada,” tulis Irfan seperti dikutip dalam surat tersebut, Jumat (4/8/2023).