REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Komisi Nasional Hak Asasi Manusia Republik Indonesia (Komnas HAM) meminta gubernur Papua nonaktif Lukas Enembe mematuhi prosedur perawatan yang ditetapkan KPK. Enembe saat ini ditahan KPK karena terjerat kasus suap dan gratifikasi.
Komnas HAM mendorong Enembe supaya tak melakukan hal-hal yang dapat menurunkan kesehatannya. Selama ini Enembe kerap mengeluhkan sakit ketika dihadapkan pada proses hukum atas tindakan korupsinya.
"Meminta Lukas Enembe agar bersikap kooperatif dalam menjalani pelayanan kesehatan yang diberikan oleh pihak KPK dan tidak melakukan tindakan yang justru dapat memperburuk kondisi kesehatannya," kata Komisioner Pemantauan dan Penyelidikan Komnas HAM Uli Parulian Sihombing dalam keterangannya pada Selasa (13/6/2023).
Komnas HAM menyinyalkan agar Enembe tak memolor-molorkan sidang dengan alasan sakit. "Hal ini dimaksudkan agar proses hukum berjalan dengan bebas, cepat dan sederhana," ujar Uli.
Uli juga menyampaikan Komnas HAM menghormati kewenangan maupun pihak yang ditunjuk KPK dalam menentukan penanganan medis yang diberikan kepada Enembe sesuai dengan kondisi kesehatannya. "Memastikan agar Lukas Enembe dapat melanjutkan program perawatan medis yang dibutuhkan yang diperoleh sejak sebelum penahanan untuk tetap dapat dilanjutkan oleh dokter KPK maupun rumah sakit lain yang ditunjuk oleh KPK," kata Uli.
Komnas HAM telah menyelesaikan pemantauan dugaan pengabaian hak atas kesehatan Enembe selama menjalani proses hukum dan menjadi tahanan KPK sejak awal Mei. Pemantauan ini dengan menggali keterangan para pihak terkait, menerima sejumlah dokumen dari para pihak serta melakukan kunjungan ke Rutan KPK.
"Komnas HAM RI meminta agar Ketua KPK RI dan Lukas Enembe dapat melaksanakan dan menindaklanjuti rekomendasi Komnas HAM RI," ujar Uli.
Uli menjamin pemantauan Komnas HAM terhadap pemenuhan hak atas kesehatan Enembe merupakan bagian tidak terpisahkan dari komitmen pemberantasan korupsi Indonesia dengan tetap menjunjung tinggi prinsip-prinsip HAM. "Ini terkait hak tahanan dan supremasi hukum," kata Uli.
Sebelumnya, Enembe kembali mengeluhkan sakit saat sidang perdana di PN Tipikor Jakpus. Alhasil, sidang beragendakan pembacaan surat dakwaan itu harus molor sepekan.
KPK telah melimpahkan berkas perkara suap serta gratifikasi dengan terdakwa Lukas Enembe. Tim jaksa mendakwa Lukas menerima suap dan gratifikasi dengan total senilai Rp 46,8 miliar dari beberapa pihak swasta.
Lukas ditetapkan sebagai tersangka kasus dugaan suap dan gratifikasi pengerjaan sejumlah proyek pembangunan infrastruktur di Papua. Dia diduga menerima uang dari Direktur PT Tabi Bangun Papua Rijatono Lakka agar perusahaannya mendapatkan sejumlah proyek pembangunan infrastruktur di Papua. Padahal perusahaan milik Rijatono tidak memiliki pengalaman dalam bidang konstruksi karena sebelumnya bergerak pada bidang farmasi.
Selain Lukas, Rijatono juga diduga menemui sejumlah pejabat di Pemprov Papua terkait proyek tersebut. Mereka diduga melakukan kesepakatan berupa pemberian fee sebesar 14 persen dari nilai kontrak setelah dikurangi nilai PPh dan PPN.
Setelah terpilih untuk mengerjakan sejumlah proyek, Rijatono diduga menyerahkan uang kepada Lukas Enembe dengan jumlah sekitar Rp 1 miliar. Di samping itu, Lukas Enembe juga diduga telah menerima pemberian lain sebagai gratifikasi yang berhubungan dengan jabatannya hingga jumlahnya miliaran rupiah. KPK pun sedang mendalami dugaan ini.
Dalam perkara ini, Rijatono dituntut hukuman penjara lima tahun. Hal ini terungkap dalam sidang dengan agenda pembacaan surat tuntutan pada Selasa (6/6/2023) di Pengadilan Negeri Tipikor Jakarta Pusat. Selain hukuman penjara, Rijatono dituntut hukuman denda senilai seperempat miliar rupiah. Adapun Lukas Enembe diagendakan menghadapi sidang dakwaan pada 19 Juni 2023.