Selasa 13 Jun 2023 01:29 WIB

Kronologi Hakim Izinkan Tunda Sidang Lukas Enembe dengan Alasan Sakit

Lukas bisa merespons pertanyaan majelis hakim sebelum ditunda.

Rep: Rizky Suryarandika/ Red: Agus raharjo
Jurnalis mengambil gambar siaran langsung sidang pembacaan dakwaan terdakwa mantan Gubernur Papua Lukas Enembe di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Senin (12/6/2023). Majelis hakim menunda sidang perdana pembacaan dakwaan terhadap terdakwa Lukas Enembe dalam kasus dugaan suap dan gratifikasi pengerjaan sejumlah proyek pembangunan infrastruktur di Papua dengan total suap senilai Rp 46,8 miliar. Sidang pembacaan dakwaan akan kembali digelar pada Senin (19/6) mendatang dengan menghadirkan terdakwa Lukas Enembe secara offline di Pengadilan Negeri Tipikor Jakarta Pusat.
Foto: Republika/Thoudy Badai
Jurnalis mengambil gambar siaran langsung sidang pembacaan dakwaan terdakwa mantan Gubernur Papua Lukas Enembe di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Senin (12/6/2023). Majelis hakim menunda sidang perdana pembacaan dakwaan terhadap terdakwa Lukas Enembe dalam kasus dugaan suap dan gratifikasi pengerjaan sejumlah proyek pembangunan infrastruktur di Papua dengan total suap senilai Rp 46,8 miliar. Sidang pembacaan dakwaan akan kembali digelar pada Senin (19/6) mendatang dengan menghadirkan terdakwa Lukas Enembe secara offline di Pengadilan Negeri Tipikor Jakarta Pusat.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Majelis Hakim memilih menunda sidang pembacaan surat dakwaan terhadap Gubernur Papua nonaktif Lukas Enembe pada Senin (12/6/2023). Hal ini menyusul penolakan Lukas atas sidang yang hari ini rencananya digelar secara daring.

Saat sidang dimulai, Lukas mengeluhkan menderita sakit sehingga mengeklaim tak bisa menyimak sidang. Hakim Ketua Rianto Adam Ponto menilai keluhan Lukas mesti disertai dengan bukti keterangan medis yang memadai. Sebab Majelis Hakim mesti merujuk keterangan dokter sebagai dasar pertimbangan.

Baca Juga

"Dari kasat mata, terdakwa benar-benar sakit atau tidak? Kami harus merujuk dokter yang kompeten dalam hal ini dokter pemerintah. Apabila terdakwa dalam keadaan sakit maka tidak bisa kami lanjutkan. Kami nggak bisa periksa terdakwa dalam keadaan sakit. Untuk pastikan benar-benar sakit harus ada rekam medis terakhir," kata Rianto dalam sidang di Pengadilan Negeri Tipikor Jakarta Pusat (PN Tipikor Jakpus) pada Senin (12/6/2023).

Majelis hakim kembali mengklarifikasi Lukas mengenai kondisinya. Walau mengeluhkan sakit, Lukas masih bisa merespons saat Majelis Hakim menanyakan identitasnya.

"Saya pertegas lagi, Saudara dalam keadaan sakit. Saudara bisa ikuti persidangan ini?" tanya Rianto.

"Tidak bisa," jawab Lukas.

Majelis Hakim lantas berpesan kepada Jaksa KPK untuk menyiapkan rekam medis Lukas sebelum penyelenggaraan sidang. Sehingga Majelis Hakim bisa mengambil keputusan dengan merujuk rekam medis itu.

"Siapkan rekam medis terdakwa yang terakhir supaya kami bisa ambil sikap, kami tidak bisa menilai secara kasat mata," ucap Rianto.

Selain itu, pihak Lukas meminta supaya sidang berikutnya digelar secara tatap muka. Lukas mengaku keberatan kalau sidang diadakan secara daring. "Saya mohon agar hadir langsung di ruang sidang Pengadilan Negeri Tindak Pidana Korupsi. Tidak ada alasan saya dihadirkan secara online," tulis surat Lukas yang dibacakan kuasa hukumnya Petrus Bala Pattyona.

Majelis Hakim akhirnya menyetujui permintaan Lukas yang keberatan menyimak sidang kali ini secara daring. Majelis Hakim menunda sidang hingga pekan depan untuk digelar secara tatap muka.

"Sidang lagi Senin ya 19 Juni 2023," ucap Rianto.

Diketahui, sidang daring ini tadinya diusulkan oleh KPK. Namun Lukas bersikukuh supaya sidang digelar tatap muka. Sebelumnya, KPK telah melimpahkan berkas perkara suap serta gratifikasi dengan terdakwa Lukas Enembe. Tim Jaksa mendakwa Lukas menerima suap dan gratifikasi dengan total senilai Rp 46,8 miliar dari beberapa pihak swasta.

Lukas ditetapkan sebagai tersangka kasus dugaan suap dan gratifikasi pengerjaan sejumlah proyek pembangunan infrastruktur di Papua. Dia diduga menerima uang dari Direktur PT Tabi Bangun Papua, Rijatono Lakka agar perusahaannya mendapatkan sejumlah proyek pembangunan infrastruktur di Papua. Padahal perusahaan milik Rijatono tidak memiliki pengalaman dalam bidang konstruksi lantaran sebelumnya bergerak pada bidang farmasi.

Selain Lukas, Rijatono juga diduga menemui sejumlah pejabat di Pemprov Papua terkait proyek tersebut. Mereka diduga melakukan kesepakatan berupa pemberian fee sebesar 14 persen dari nilai kontrak setelah dikurangi nilai PPh dan PPN.

Setelah terpilih untuk mengerjakan sejumlah proyek, Rijatono diduga menyerahkan uang kepada Lukas Enembe dengan jumlah sekitar Rp 1 miliar. Di samping itu, Lukas Enembe juga diduga telah menerima pemberian lain sebagai gratifikasi yang berhubungan dengan jabatannya hingga jumlahnya miliaran rupiah. KPK pun sedang mendalami dugaan ini.

Dalam perkara ini, Rijatono dituntut hukuman penjara lima tahun. Hal ini terungkap dalam sidang dengan agenda pembacaan surat tuntutan pada Selasa (6/6/2023) di Pengadilan Negeri Tipikor Jakarta Pusat. Selain hukuman penjara, Rijatono dituntut hukuman denda senilai seperempat miliar rupiah.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement