REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Wakil Ketua Umum DPP Partai Gelombang Rakyat (Gelora), Fahri Hamzah, menentang wacana memperpanjang masa jabatan kepala desa (kades), dari enam tahun menjadi sembilan tahun. Menurut dia, masa jabatan kades seharusnya dikurangi menjadi lima tahun.
Fahri mengatakan, dalam sistem demokrasi tidak ada istilah penambahan masa jabatan, justru yang ada sebaliknya. Semakin matang demokrasi di suatu negara, sambung dia, biasanya masa jabatan pejabat eksekutifnya akan dipotong seperti yang terjadi di Amerika Serikat (AS).
Karena itu, Gelora mengusulkan agar masa jabatan kades diperpendek menjadi lima tahun. Jumlah periodenya dikurangi pula dari maksimal tiga periode menjadi dua periode. Dengan begitu, masa jabatan kades selaras dengan masa jabatan bupati, gubernur, dan presiden.
Di sisi lain, menurut Fahri, Gelora mengusulkan agar gaji kades dinaikkan menjadi Rp 15 juta per bulan. Fahri menilai gaji kades saat Rp 2 juta per bulan terlalu kecil. Baginya, tak masuk akal kades yang merupakan pejabat pilihan rakyat hanya mendapat gaji sebesar itu.
Sementara lurah, yang bukan pilihan rakyat, di DKI Jakarta mendapat gaji hingga Rp 30 juta per bulan. "Kalau gaji lurah DKI segitu besarnya, gaji kepala desa yang dipilih rakyat langsung Rp 15 juta misalnya. Itu saya kira realistis," kata Fahri dalam keterangannya di Jakarta, Jumat (27/1/2023).
Dia menjelaskan, para kades seharusnya fokus meningkatkan besaran gaji mereka dan meminta penambahan besaran Dana Desa, daripada memperpanjang masa jabatan. Fahri mengusulkan agar transfer Dana Desa dinaikkan dari Rp 1 miliar menjadi Rp 5 miliar per tahun per desa.
"Coba yang diminta adalah sesuatu yang membuat desa menerima transfer yang lebih besar setiap tahun dari pemerintah di atasnya. Itu lebih riil daripada memperpanjang masa jabatan," ujar Fahri.
Isu pemerintahan desa ini menjadi sorotan publik usai ratusan kades menggelar aksi demonstrasi di depan Gedung DPR, Senayan, Jakarta Pusat, pada Selasa (17/1/2023). Mereka menuntut perpanjangan masa jabatan kades dari enam tahun menjadi sembilan tahun lewat revisi UU Desa.
Presiden Jokowi mempersilakan para kades untuk membicarakan hal tersebut dengan DPR. Adapun Komisi II DPR mengaku telah mengusulkan agar UU Desa yang sudah berusia delapan tahun lebih direvisi. Tapi, Komisi II DPR menyatakan jabatan kades tidak akan serta merta ditambah, karena harus dikaji terlebih dahulu baik dan buruknya.