Ahad 22 Jan 2023 16:16 WIB

Larangan LGBT Disarankan Diatur Melalui UU Khusus

Pemkot Bandung mengusulkan rancangan peeraturan daerah untuk melarang LGBT.

Rep: Rizky Suryarandika/ Red: Agus raharjo
Advokat dari DPP API, Aziz Yanuar di Ditreskrimsus Mapolda Metro Jaya, Rabu (17/5).
Foto: Republika/Arif Satrio Nugroho
Advokat dari DPP API, Aziz Yanuar di Ditreskrimsus Mapolda Metro Jaya, Rabu (17/5).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Dewan Pimpinan Pusat Advokat Persaudaraan Islam (DPP API) mengkritisi lemahnya Kitab Undang-Undang Hukum (KUHP) baru dalam melarang lesbian, gay, biseksual dan transgender (LGBT). DPP API menyarankan ada Undang-Undang (UU) tersendiri guna mencegah LGBT.

DPP API menganalisa hanya dua pasal yang berpotensi menjerat LGBT di KUHP baru yaitu Pasal 414 dan Pasal 411 ayat (1). Namun kedua pasal itu memang tak mengatur khusus soal LGBT karena berlaku umum.

Baca Juga

Teruntuk pasal 414, pasal tersebut dianggap lemah oleh DPP API karena hanya menyatakan hubungan di depan umum, dengan kekerasan, dan dipublikasikan dengan muatan pornografi.

"Justru pasal itu akan jadi pasal karet guna menjerat pasangan suami istri yang sedang ada masalah pribadi diantara mereka," kata Advokat dari DPP API, Aziz Yanuar kepada Republika.co.id, Ahad (8/1/2023).

Aziz juga pesimistis soal penerapan Pasal 411 ayat (1) bagi LGBT. Sebab pasal tersebut mengharuskan adanya aduan dari keluarga inti.

"Pasal itu juga tidak kalah banci karena selain ancaman hukuman hanya setahun, ini juga delik aduan dari orang tua atau anak," ujar tim kuasa hukum Muhammad Rizieq Shihab itu.

Aziz menilai pelarangan LGBT tak menonjol dalam KUHP baru seperti di KUHP lama. Dalam KUHP lama, pasal yang berpotensi menjerat LGBT hanya pasal 292. Tetapi pasal itu hanya mengatur orang dewasa yang melakukan tindakan melanggar kesusilaan dengan anak belum dewasa dari jenis kelamin yang sama.

"Pasal tersebut banci dan lemah karena hanya spesifik ke anak di bawah umur bukan ke orang dewasa," ucap Aziz.

Walau demikian, Aziz menilai LGBT masih berpeluang dipidanakan menggunakan Pasal 2 dan Pasal 597 KUHP KUHP baru. Kedua pasal itu mengatur soal berlakunya hukum yang hidup dalam masyarakat. "Ini yang masih dapat diharapkan untuk menjerat pelaku LGBT biadab karena jelas bertentangan dengan norma agama dan adat istiadat," ucap Aziz.

Hanya saja, pasal menyangkut berlakunya hukum yang hidup dalam masyarakat tak mengatur secara spesifik soal ancaman pidana pelanggarnya. "Ancaman hukumannya tidak dijelaskan, ini yang menjadi pekerjaan rumah bersama saya kira," sebut eks jubir FPI itu.

DPP API mengusulkan adanya UU khusus yang mengatur pelarangan dan penyebaran LGBT. DPP API meyakini upaya menangkal kampanye LGBT harus kuat lebih dulu baru kemudian merambah pemidanaan perilakunya.

"Jika ada UU khusus yang melarang dari propaganda, kampanye hingga pelaku dan iklan yang terkait LGBT pasti penyakit biadab ini akan musnah di Indonesia.

Namun jika tidak, kerusakan moral LGBT yang parah akan mengancam generasi kita," tegas Aziz.

Sebelumnya, kian meluasnya kampanye normalisasi tindakan LGBT membuat sejumlah daerah resah. Rancangan peraturan daerah (Raperda) guna menangani hal itu mulai diusulkan.

Salah satunya Pemerintah Kota (Pemkot) Bandung yang menilai perda LGBT menjadi wacana yang dapat dibahas mendatang. Usulan raperda harus masuk ke dalam program legislatif daerah (prolegda). Sedangkan DPRD Kota Bandung mewacanakan penyusunan Raperda tentang pencegahan dan larangan (LGBT) setelah mendapatkan aspirasi dari kelompok masyarakat tentang pencegahan LGBT.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement