Selasa 10 Jan 2023 19:41 WIB

Mahfud Ungkap Perbedaan Kecurangan Pemilu Era Orba dan Saat Ini

Mahfud tak menampik adanya kecurangan di pilpres, tapi bukan dari pemerintah.

Rep: Fauziah Mursid/ Red: Teguh Firmansyah
Menko Polhukam Mahfud MD.
Foto: Republika/Prayogi
Menko Polhukam Mahfud MD.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Menteri Koordinator Bidang Politik Hukum dan Keamanan Mahfud MD membenarkan proses Pemilihan Umum (Pemilu) sejak dulu hingga saat ini belum bebas dari praktik kecurangan. Namun, kata Mahfud, praktik kecurangan pada pemilu saat ini lebih baik dibandingkan era sebelumnya.

"Apakah pemilu tidak curang? curang! Cuma kalau zaman Orde Baru itu curangnya vertikal yang curang itu pemerintah kepada kontestan pemilu. Kalau sekarang yang curang horizontal, antarpemain, partai politik dengan parpol, anggota parpol menggugat anggota parpol lainnya meski sama-sama satu partai karena ada dicurangi," ujar Mahfud dalam Keynote Spechnya di Sidang Senat Terbuka dalam rangka Dies Natalis ke-25 Universitas Paramadina, Selasa (10/1/2023).

Baca Juga

Mahfud melanjutkan, begitu juga pemilihan presiden (pilpres) tidak lepas dari kecurangan di tingkat bawah. Namun, kecurangan itu bukan berasal dari pemerintah. "Pilpres juga ada curang, tapi itu di bawah bukan kontestan bukan pemerintah dan sama-sama curang di bawah," ujarnya.

Mahfud melanjutkan, untuk mengantisipasi kecurangan tersebut, sistem pemilu saat ini sudah lebih baik. Saat ini, penyelenggaraan pemilu diawasi pengawas Pemilu, pemantau independen dan unsur lainnya yang diberikan kewenangan melaporkan proses pemungutan suara.

Selain itu, lanjut Mahfud, dibentuk juga pengadilan Pemilu dari berbagai tingkatan dan proses seperti Bawaslu, DKPP dan Mahkamah Konstitusi. "Ada pengadilan, pengadilan Pemilu dulu nggak ada sekarang ada pengadilan Pemilu, ada MK ada Bawaslu ada DKPP, semua itu dibentuk dalam rangka memajukan demokrasi," ujar Mahfud.

Mahfud menambahkan, dalam proses peradilan Pemilu jika terdapat kecurangan, tetapi tidak signifikan, maka tidak akan membatalkan Pemilu. Namun demikian, jenis kecurangannya kata Mantan Ketua MK ini tetap diproses secara pidana.

"Misalnya curang 10 ribu suara, terbukti, yang satunya lagi curang juga 5.000 suara. Apakah pemilu batal? Ya nggak, kalau menunggu Pemilu bersih Pemilu tidak akan selesai. Oleh sebab itu yang curang curang itu diselesaikan melalui hukum pidana, hukum tata negara jalannya sejauh kemenangan dan kekalahan itu tidak signifikan," katanya.

"Kemudian apakah 10 ribu ini dibiarkan? tidak, dituntut pengadilan pidana," ujarnya.

Karena itu, Mahfud memprediksi tudingan Pemilu curang ini masih akan terjadi pada Pemilu 2024. Mahfud mengatakan, kecurangan Pemilu tetap akan ada di tingkat bawah, dan bukan tataran penyelenggara.

"Itu terkait pemilu curang, kecurangan pasti ada tetapi sekarang horizontal tidak vertikal. Saya bicara tanggal 10 Januari 2023 di Universitas Paramadina. Catat ya tahun 2024 pasti ada yang menuding KPU itu curang. beberapa kali pemilu, kasusnya ratusan, padahal curangnya itu di bawah," ujarnya.

Mahfud juga menceritakan pengalamannya pernah membatalkan 72 anggota DPR terpilih pada Pemilu 1999 saat masih menjabat sebagai Ketua Mahkamah Konstitusi (MK). "Waktu saya jadi ketua MK, 72 anggota DPR terpilih dari pusat hingga daerah nyalon Pemilu tahun 1999 saya batalkan karena memang curang tetapi inget curangnya itu antar kontestan yang horizontal, bukan anggota KPUnya," ujarnya.

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement