REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Profesor ilmu komputer, Marsudi Wahyu Kisworo memberikan keterangan sebagai ahli yang dihadirkan KPU RI dalam sidang lanjutan sengketa hasil Pilpres 2024 di Gedung Mahkamah Konstitusi (MK), Rabu (3/4/2024). Dalam paparannya, Marsudi menegaskan bahwa Sistem Informasi Rekapitulasi (Sirekap) Pemilu 2024 adalah alat bantu publikasi bagi KPU.
Dia heran mengapa ahli yang dihadirkan Ganjar-Mahfud dalam persidangan sebelumnya menyebut Sirekap adalah alat untuk melakukan kecurangan atau memanipulasi suara. "Sirekap (dituding) jadi alat untuk fraud, wah ini sadis banget," ujarnya.
Dia menjelaskan, Sirekap itu hanya sebuah perangkat lunak yang dijadikan alat bantu. Sirekap tidak bisa digunakan untuk mengubah raihan suara pasangan capres-cawapres Pilpres 2024. Pasalnya, raihan suara resmi ditentukan lewat rekapitulasi suara manual berjenjang, bukan lewat Sirekap.
"Kalau mau melakukan kecurangan itu bisa dilakukan di proses manual berjenjang, mau jual beli suara ya di sana. Tidak di Sirekap karena tidak ada gunanya," ujar Marsudi.
Kendati begitu, dia menyebut bahwa memang terjadi kesalahan raihan suara dalam Sirekap. Hal itu terjadi karena kesalahan teknologi OCR ketika mengkonversi foto dokumen C.Hasil Plano menjadi format teks.
Marsudi menyebut, kesalahan raihan suara di dalam Sirekap itu terjadi terhadap semua pasangan capres-cawapres. Selain itu, kesalahan-kesalahan raihan suara itu sudah diperbaiki seiring dilakukannya rekapitulasi manual.
"Mengenai anomali hasil, tadi sudah saya jelaskan bahwa Sirekap boleh ada anomali, boleh ada perbedaan. Tetapi ketika pleno dilakukan dan hasil ditandatangani, maka hasil itu kemudian masuk ke Sirekap," ujarnya.