REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Dua terdakwa, Ferdy Sambo dan Putri Candrawathi menolak pendapat ahli kriminologi ajuan Jaksa Penuntut Umum (JPU) yang menyimpulkan kematian Brigadir Nofriansyah Yoshua Hutabarat (J) adalah pembunuhan berencana. Pasangan suami-isteri itu juga menolak kesimpulan pakar bidang kejahatan tersebut terkait penilaian bohong tentang adanya peristiwa pemerkosaan di Magelang, Jawa Tengah (Jateng) yang menjadi motif atau latar belakang pembunuhan Brigadir J di Duren Tiga 46.
Sambo mengatakan, kesimpulan ahli tentang pembunuhan di Duren Tiga 46 adalah terencana, hanya berdasarkan konstruksi sepihak dari penyidik, maupun tim jaksa penuntut. “Mohon maaf dari ahli kriminologi, karena sangat disayangkan apabila konstruksi yang dibangun, adalah konstruksi yang tidak komprehensif dari penyidik (dan penuntut umum). Sehingga menjadi pendapat (yang) subjektif,” kata Sambo di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan (PN Jaksel), Senin (19/12/2022).
Menurut Sambo, konstruksi versi penyidik berangkat dari dugaan yang menghendaki orang-orang tertentu terlibat. Termasuk Putri yang menurut Sambo disasar untuk dijadikan tersangka. “Di mana penyidik ini, menginginkan semua di dalam rumah saya itu harus menjadi tersangka,” kata Sambo.
Sehingga menurut Sambo, dalil tentang pembunuhan berencana itu tak ada pembuktiannya sejak dari penyidikan. Sehingga, apa yang disampaikan ahli, hanya berdasarkan dari penjelasan penyidik kepada ahli.
Sambo mengatakan, penjelasan ahli tentang kebohongan adanya pemerkosaan pun itu berangkat dari penilaian subjektif tentang konstruksi peristiwa yang diakui bagian dari skenario palsu. “Tanggapan saya terhadap ahli terkait tentang kejadian di Magelang, ahli menyampaikan tidak mungkin terjadi (kekerasan seksual-pemerkosaan). Saya sampaikan bahwa kejadian itu benar. Dan tidak mungkin saya berbohong,” ujar Sambo.
Menurut Sambo, kejadian itu menyangkut martabat dirinya dan Putri sebagai isterinya. “Tidak mungkin saya berbohong akan masalah tersebut (pemerkosaan) karena ini menyangkut isteri saya,” kata Sambo.
Senada, Putri juga menolak penjelasan ahli atas penilaian bohong terkait peristiwa kekerasan seksual yang dialaminya itu. “Saya berharap bapak (ahli) bisa memahami perasaan saya sebagai seorang perempuan, sebagai korban kekerasan seksual yang juga mengalami ancaman dan penganiyaan,” kata Putri.
Putri juga menolak penjelasan ahli tentang kesimpulan terlibat dalam pembunuhan berencana. Putri mengatakan, dirinya yang tak tahu menahu tentang rencana pembunuhan tersebut. “Saya tidak pernah mengetahui bahwa suami saya, Bapak Ferdy Sambo akan datang ke Duren Tiga. Dan juga tidak mengetahui peristiwa penembakan tersebut. Karena saya sedang berada di kamar tertutup dan sedang beristirahat,” kata Putri.
Sidang pembunugan Brigadir J hari ini juga menghadirkan dua terdakwa lainnya, yakni Bripka Ricky Rizal (RR) dan Kuat Maruf (KM). Sedangkan Bharada Richard Eliezer (RE) dihadirkan melalui daring karena statusnya sebagai justice collaborator (JC).
Dalam sidang tersebut, tim JPU menghadirkan sejumlah ahli. Di antaranya Muhammad Mustofa, profesor kriminologi dari Universtias Indonesia (UI).
Mustofa menerangkan, kematian Brigadir J dapat disebut sebagai pembunuhan berencana. Perencanaan itu berawal adanya perintah yang disampaikan Sambo kepada terdakwa Bripka RR dan Bharada RE. Perintah tersebut disampaikan di Saguling III 29 beberapa saat sebelum pembunuhan Brigadir J.
Bripka RR, kata Mustofa, dalam kronologi kejadian menolak perintah tersebut. Sementara Bharada RE menyatakan kesiapan. Putri mengetahui perintah itu karena ada di tempat yang sama.
Mustofa mengatakan, pembunuhan berencana itu terjadi dengan motif adanya kekerasan seksual. Akan tetapi, motif tersebut cenderung manipulatif karena tak dapat dibuktikan. Pemerkosaan tersebut hanya bersumber dari cerita dan pengaduan sepihak dari Putri kepada Sambo.
“Sehingga itu (pemerkosaan) tidak bisa dikatakan sebagai motif. Karena tidak ada bukti-buktinya,” kata Mustofa.
Mustofa mengatakan, dalam pembunuhan berencana itu, peran Bharada RE, Bripka RR, dan Kuat Maruf sebagai turut serta karena statusnya sebagai bawahan dan pembantu Sambo dan Putri.