REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA) menilai kasus kekerasan terhadap Asisten Rumah tangga (ART) inisial SK asal Pemalang Jawa Tengah sudah di luar batas kemanusiaan. KemenPPPA memandang para pelaku pantas mendapatkan hukuman berat.
Asdep Pelayanan Perempuan Korban Kekerasan KemenPPPA, Margareth Robin Korwa, menyampaikan rasa prihatin dan turut berduka atas kejadian yang dialami korban di sebuah apartemen di Simprug Jakarta Selatan. Dalam penyidikan polisi terungkap korban mengalami kejadian yang sangat tidak pantas dari para tersangka yaitu majikan dan ART lainnya.
"KemenPPPA tetap menghormati proses hukum yang sedang berjalan di Polda Metro Jaya," kata Margareth dalam keterangannya pada Jumat (16/12/2022).
Margareth menyebut penyelidikan kasus SK merupakan bentuk kehadiran Negara dalam memberikan akses keadilan yang harus didapatkan korban kekerasan. KemenPPPA telah melakukan koordinasi dengan UPTD PPA di tingkat provinsi dan Kabupaten Pemalang guna memastikan layanan yang didapatkan korban sejak tiba di Kabupaten Pemalang.
"Baik pendampingan kepada fasilitas kesehatan untuk mendapat perawatan medis dan rawat inap di RSUD dr M Ashari," ujar Margareth.
Margareth menambahkan untuk memastikan pelindungan dan pemenuhan hak korban, KemenPPPA terus melakukan monitoring dengan pihak terkait. Terutama pendampingan korban untuk penanganan psikis tahap lanjutan dan pendampingan dalam proses hukum sesuai kebutuhan korban.
"Besar harapan kami bahwa pasal-pasal yang sudah disangkakan tersebut akan memberikan efek jera kepada para pelaku. Karena bagi kami tidak ada toleransi sekecil apapun terhadap bentuk kekerasan yang dialami oleh perempuan khususnya di ranah domestik," ucap Margareth.
Margareth memandang kekerasan yang terjadi pada SK bisa dikategorikan sebagai pelanggaran hak asasi manusia. Sehingga ia mengutuk keras apa yang sudah dilakukan oleh para pelaku terhadap korban.
"Seharusnya jika majikan sudah tidak menyukai ART yang dipekerjakan, maka majikan bisa memulangkan ART-nya tanpa harus melakukan kekerasan," ujar Margareth.