REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Indonesia diprediksi akan mendapatkan bonus demografi pada 2045 mendatang, yakni ketika jumlah penduduk Indonesia 70 persennya berada dalam usia produktif. Namun, hingga saat ini kesiapan sumber daya manusia (SDM) masih jauh jika dibandingkan dengan negara-negara lain yang sudah pernah mengalaminya.
"Kalau kita lihat angkatan kerja kita masih 12 persen yang berpendidikan tinggi. Sebanyak 60 persen masih berpendidikan SD, SMP, bahkan tidak sekolah," ujar Plt Direktur Jenderal Pendidikan Tinggi Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi, Nizam, dalam webinar Pendidikan Tinggi di Masa Depan, dikutip Rabu (19/10/2022).
Dia membandingkan situasi Indonesia saat ini dengan Korea Selatan (Korsel) yang telah mendapatkan bonus demografi. Ketika itu, menurut dia, lebih dari 50 persen angkatan kerja di Korsel sudah berpendidikan tinggi. Melihat perbandingan itu, Nizam menilai, kesiapan Indonesia saat ini masih sangat jauh dalam memasuki bonus demografi.
"Jauh sekali kesiapan kita di dalam memasuki bonus demografi dibandingkan dengan negara-negara yang sudah pernah bisa memanfaatkan bonus demografi untuk pertumbuhan ekonominya," kata Nizam.
Hal itu menjadi salah satu isu yang cukup menantang terkait dengan maju atau mundurnya bangsa ini ke depan. Maju atau mundurnya bangsa Indonesia, kata dia, salah satunya bergantung pada pendidikan. Karena itu dia berharap adanya peningkatan jumlah mahasiswa agar lulusan perguruan tinggi yang berkualitas bisa segara hadir.
Pada kesempatan itu Nizam juga menyampaikan, jumlah perguruan tinggi di Indonesia jauh lebih besar daripada China. Tapi jumlah yang besar itu tidak berbanding lurus dengan kualitas yang tidak begitu baik. Masyarakat dengan pendidikan relatif rendah dia sebut kerap hanya mengejar ijazah daripada kompetensi yang akan didapatkan melalui pendidikan tinggi.
"Jumlah perguruan tinggi di Indonesia ini dua kali lipat dari China, 4.300 perguruan tinggi. Hampir di setiap kabupaten itu ada perguruan tinggi dengan mahasiswa yang tidak jelas, dengan dosen yang tidak jelas, dengan kualitas yang tidak jelas," kata Nizam.