REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Direktorat Tindak Pidana Narkoba Bareskrim Polri mengantisipasi potensi peningkatan peredaran gelap narkoba pada masa kegelapan ekonomi (resesi) yang diprediksi terjadi pada pertengahan tahun depan. Menurut Direktur Tindak Pidana Narkoba Bareskrim Polri, Brigjen Krisno Halomoan Siregar, saat dunia mengalami resesi tidak memberikan pengaruh apapun terhadap bisnis gelap narkoba.
Dia memprediksi bisnis narkoba justru meningkat selama resesi. "Jadi bisnis narkoba itu kalau kami melihat saat Covid-19 saja tidak turun, resesi tidak turun. Artinya tidak berpengaruh kalau terjadi Covid-19 dan resesi," ujar Krisno di Jakarta, Kamis (13/10/2022).
Berdasarkan hasil pengungkapan yang dilakukan Dirtipidnarkoba Bareskrim Polri, dan pengamatan di luar negeri, produksi narkoba tetap banyak dari negara sumbernya. Sementara di Indonesia masih banyak terjadi peredaran gelap dan penyalahguna narkoba dikarenakan tingkat prevalensi yang tinggi. "Jadi sejatinya tingkat potensi penyalahguna itu harus diturunkan," kata Krisno.
Menurut Krisno, hal itu menjadi ancaman saat perekonomian melambat, daya beli masyarakat turun, berpotensi terjadi tingkat kriminalitas. Berkaca pada saat Covid-19 terjadi pada Maret 2022, berdasarkan data pengungkapan tindak pidana narkoba tahun 2019-2020 mengalami peningkatan dari sisi jumlah barang bukti dan juga tersangka.
Begitu juga pada 2021-2022 yang masih diwarnai pandemi, angka pengungkapan kasus masih tinggi. Berdasarkan data operasi gabungan yang dilakukan oleh Dittipidnarkoba Bareskrim Polri dan Bea Cukai, sepanjang 2022 sampai 8 Oktober, telah dilakukan pengungkapan narkoba sebanyak 4,8 ton dengan penindakan sebanyak 746 kasus dengan tersangka 336 orang.
Capaian itu sudah melebihi sepanjang tahun 2021 yang mengumpulkan barang bukti narkoba 4,5 ton. Data tahun 2020-2021 disebutkan pengungkapan kasus narkoba menurun secara kuantitas, tetapi meningkat secara kualitas, tercatat ada 127 kasus pengungkapan dengan tersangka 233 orang, sedangkan tahun 2020 sebanyak 104 kasus dengan 228 tersangka.
Sementara itu, untuk jenis narkotika pertama yang paling banyak disita yakni sabu-sabu. Terjadi peningkatan jumlah barang bukti sabu-sabu yang disita, tahun 2020 sebanyak 627.977,20 gram, sedangkan pada tahun 2021 sebanyak 1.674.951,48 gram. Terjadi kenaikan 166 persen. Kemudian ganja pada 2021 disita sebanyak 799.166,40 gram, naik sebesar 124 persen dibandingkan dengan tahun 2020 yang sebanyak 357.214,56 gram.
Posisi ketiga jumlah barang bukti yang meningkat, obat keras, tahun 2020 sebanyak 1.704 butir, tahun 2021 melonjak tajam menjadi 48,188 juta butir. Karena itu, Dittipidnarkoba Bareskrim Polri selalu bersiap siaga dalam mengantisipasi ancaman tersebut sesuai perintah Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo untuk melakukan prediktif.
"Kalau prediksinya harusnya jika berbanding lurus resesi dengan tidak mampu orang memberi saya tidak bisa nyatakan. Yang bisa saya katakan apa yang telah terungkap bahwa Covid-19 tidak berpengaruh, tentunya perputaran uang seharusnya di masa COVID itu terganggu juga, nyatanya malah meningkat, ini anomali," ujar Krisno.