REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Presiden Joko Widodo (Jokowi) memberikan tanggapannya terkait pencopotan Hakim Mahkamah Konstitusi, Aswanto oleh DPR RI. Jokowi menegaskan, agar semua pihak harus menaati aturan konstitusi dan perundang-undangan.
"Kita semua harus taat pada aturan. Aturan konstitusi maupun aturan Undang-Undang. Udah pegangnya itu aja," tegas Jokowi usai upacara peringatan HUT ke-77 TNI di depan Istana Merdeka, Jakarta, Rabu (5/10).
Seperti diketahui, pada Kamis (29/9), Rapat Paripurna DPR RI menyetujui pencopotan Aswanto sebagai Hakim Konstitusi yang berasal dari usulan DPR. Padahal, jabatan Aswanto baru akan berakhir pada 2029. Sebagai ganti Aswanto, DPR menunjuk Sekretaris Jenderal MK Muhammad Guntur Hamzah.
Ketua Komisi III DPR RI Bambang Wuryanto mengatakan, Aswanto dicopot karena kerap menganulir undang-undang yang disahkan oleh DPR. Politisi PDIP itu menilai, Aswanto tidak menepati komitmennya dengan DPR.
“Tentu mengecewakan dong. Ya, gimana kalau produk-produk DPR dianulir sendiri oleh dia? Dia wakilnya dari DPR, kan gitu toh,” kata Bambang, Jumat (30/9).
“Kalau kamu usulkan seseorang untuk jadi direksi di perusahaanmu, kamu sebagai owner, itu mewakili owner kemudian kebijakanmu nggak sesuai direksi, owner, ya, gimana. Gitu toh. Kan kita dibikin susah,” jelas Bambang dengan mengumpamakan MK seperti perusahaan swasta.
Merespon pencopotan Aswanto, sembilan mantan hakim MK pun kompak menyatakan pencopotan itu melanggar Undang-Undang Dasar (UUD) 1945. Sembilan mantan hakim konstitusi itu berkumpul sekaligus bertemu dengan Sekretaris Jenderal MK Muhammad Guntur Hamzah di Kantor MK, Jakarta, Sabtu (1/10).
Terdapat empat hakim yang hadir secara langsung di gedung MK, yakni mantan Ketua MK Jimly Asshiddiqie, Mantan Ketua MK Hamdan Zoelva, Maruarar Siahaan, dan mantan Ketua MK Mahfud MD yang kini menjabat sebagai Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum dan Keamanan. Sedangkan lima mantan hakim konstitusi lainnya hadir secara virtual dalam pertemuan tersebut. Kelimanya adalah Mohammad Laica Marzuki, Harjono, Achmad Sodiki, Maria Farida Indrati, dan I Dewa Gede Palguna.
Jimly Asshiddiqie menyampaikan, pencopotan Hakim Konstitusi Aswanto melanggar UUD 1945. Sebab, DPR tidak punya kewenangan mencopot hakim konstitusi yang sedang menjabat. Ia menjelaskan, UUD 1945 mengatur bahwa DPR hanya bisa mengajukan hakim konstitusi baru. UUD 1945 tidak memberikan kewenangan kepada DPR untuk mencopot seorang hakim konstitusi yang sedang menjabat.
“Jadi kesimpulan kami pertama, ini (pencopotan Aswanto oleh DPR) jelas melanggar UUD 1945,” kata Jimly.
Selain itu, keputusan DPR itu juga melanggar Undang-Undang (UU) MK, tepatnya Pasal 23 ayat 4. Dalam pasal tersebut dijelaskan bahwa pemberhentian hakim konstitusi ditetapkan dengan Keputusan Presiden atas permintaan Ketua Mahkamah Konstitusi. Adapun ketika DPR melakukan pencopotan, ujar Jimly, MK belum menyerahkan surat permohonan pemberhentian Aswanto kepada Presiden.
“Jadi kalau tidak ada surat dari MK, hakim konstitusi tidak bisa diberhentikan,” tandas Jimly.