Jumat 16 Sep 2022 01:20 WIB

Pernyataan Jubir MK Soal Jokowi Bisa Jadi Cawapres Dinilai Lecehkan Ahli Hukum Tata Negara

"Apalagi wacana itu muncul dari MK yang pernah dipimpin Jimly Asshiddiqie."

Rep: Febrianto Adi Saputro/ Red: Andri Saubani
Gedung Mahkamah Konstitusi
Foto: republika.co.id
Gedung Mahkamah Konstitusi

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Analis sosial politik Universitas Negeri Jakarta (UNJ), Ubedilah Badrun mengomentari soal wacana terkait tak ada larangan bagi Joko Widodo (Jokowi) untuk bisa menjadi calon wakil presiden (cawapres). Menurut Ubedilah, selain melanggar etika politik, wacana tersebut dinilai melecehkan seluruh pakar hukum tata negara sedunia.

"Secara teoritik upaya itu telah melecehkan seluruh pakar hukum tata negara di dunia mulai dari Van Vollehhoven, Utrech hingga Jimly Asshiddiqie. Apalagi wacana itu muncul dari Mahkamah Konstitisi (MK) yang pernah dipimpin Jimly Asshiddiqie, pernyataan juru bicara MK itu memalukan institusi negara," kata Ubedilah, Kamis (15/9/2022).

Baca Juga

Ia menjelaskan dalam pasal 7 UUD 1945 sangat jelas disebutkan Presiden dan Wakil Presiden memegang jabatan selama lima tahun, dan sesudahnya dapat dipilih kembali dalam jabatan yang sama, hanya untuk satu kali masa jabatan. Jadi hanya untuk dua periode baik posisi sebagai Presiden maupun wakil Presiden.

"Calon presiden dan wakil presiden itu dicalonkan dalam satu paket sebagaimana tertuang dalam pasal 6A UUD 1945 yang menyatakan bahwa Presiden dan Wakil Presiden dipilih dalam satu pasangan secara langsung oleh rakyat," ujarnya.

Selain itu, menurutnya satu pasangan juga maknanya melekat berlaku periode untuk presiden dan wakil presiden beserta laranganya yang tidak boleh mencalonkan lagi setelah dua periode untuk jadi calon presiden maupun jadi calon wakil presiden. Selain melanggar etika politik, berdasar logika hukum wacana tersebut dalam terminologi fiqih politik disebut mafhum muwafaqah.

"Apabila seorang presiden yang telah menjabat dua periode dilarang menjabat presiden untuk ketiga kalinya, itu maknanya apalagi menjabat jabatan yang lebih rendah yakni jabatan wakil presiden tentunya jauh tidak dapat dibenarkan secara logika hukum tata negara," terangnya.

"Jika upaya pencalonan Jokowi untuk jadi cawapres itu ngotot terus dilakukan itu maknanya bisa dimungkinkan muncul kesimpulan ada semacam motif jahat untuk dibuka, mengapa ingin terus berkuasa?" imbuhnya. 

Sebelumnya, Juru Bicara MK Fajar Laksono mengatakan, tak ada peraturan yang melarang hal Jokowi untuk maju sebagai cawapres di Pilpres 2024. Namun, lebih kepada etika politik jika presiden dua periode ingin menjadi wakil presiden di periode selanjutnya.

Fajar mengaku, dirinya tidak dalam kapasitas menyatakan boleh ataupun tidak boleh. Hanya saja bila melihat UUD 1945 Pasal 7 menjelaskan, Presiden dan Wakil Presiden memegang jabatan selama 5 tahun, dan sesudahnya dapat dipilih kembali dalam jabatan yang sama, hanya untuk satu kali masa jabatan.

"UUD 1945 tidak mengatur secara eksplisit. Saya tidak dalam konteks mengatakan boleh atau tidak boleh. Saya hanya menyampaikan, yang diatur secara eksplisit dalam UUD 1945 itu soal Presiden atau Wakil Presiden menjabat 5 tahun, dan sesudahnya dapat dipilih kembali selama 1 periode dalam jabatan yang sama," kata dia dalam keterangan tertulisnya, Senin (12/9/2022).

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement