REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Pengacara RR, Erman Umar usai mendampingi pemeriksaan kliennya, berkisah tentang kliennya yang diminta menembak Brigadir Nofriansyah Yoshua Hutabarat (Brigadir J). Namun RR menolak dengan alasan tidak kuat menembak orang.
Cerita yang ia sampaikan itu, menurut Erman, tertuang detail dalam Berita Acara Pemeriksaan (BAP) RR, dan rekonstruksi yang sudah dilakukan, Selasa (30/8).
“Kamu (RR) berani nembak,” begitu perintah Sambo, kepada RR, seperti diceritakan Erman kepada wartawan, Kamis (8/9).
Perintah menembak Brigadir J itu, disampaikan saat RR diminta menghadap Sambo, ke lantai tiga, di rumah Saguling III, di Jakarta Selatan (Jaksel), setibanya dari Magelang, Jawa Tengah (Jateng) pada Jumat (8/7), beberapa jam sebelum J mati ditembak.
Atas perintah itu, RR mengatakan,"Saya nggak berani Pak. Saya nggak kuat nembak orang. Nggak berani Pak”.
Mengenai alasan RR tak berani menembak, menurut Erman, karena kliennya itu latar belakangnya adalah polisi lalu lintas. “Dia (RR) ini kan ditarik ke Pak Sambo saat bertugas di Lantas di Brebes, saat Pak Sambo Kapolres Brebes (2013-2015),” kata Erman.
Latar belakang RR yang polantas berbeda dengan RE. Dikatakan Erman, RE berasal dari Korps Brimob. “RE ini kan Brimob. RR ini dia Lantas. Dan tugasnya cuma jadi sopir, ngurusin anak Pak Sambo. Jadi memang sepertinya agak berbeda,” kata Erman.
Karena RR ciut nyali menembak Brigadir J, Sambo memerintahkan RR memanggil Bharada Richard Eliezer (RE). RR kemudian memanggil RE yang berada di lantai bawah.
Saat naik kembali ke lantai atas, menurut Erman, RR sempat menanyakan kepada RE, “Ada persoalan apa?". RE, pun tak tahu maksud tanya RR.
Setibanya di lantai tiga, RR melihat Sambo dalam keadaan yang emosi, dan menangis. “Saya (RR), memang melihat Bapak (Sambo), seperti dalam keadaan guncang. Saya melihat Bapak menangis. Nggak biasanya begitu,” kata Erman menirukan RR. Namun RR mengaku tak tahu penyebab Sambo menangis.