Jumat 15 Jul 2022 05:45 WIB

Parpol Saling Tunggu Manuver PDIP Ajak Bentuk Koalisi

Gerak PDIP membangun komunikasi ke partai-partai memberi pengaruh dinamika koalisi.

Rep: Amri Amrullah / Red: Agus Yulianto
Ketua Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Puan Maharani (kiri).
Foto: ANTARA/Didik Suhartono
Ketua Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Puan Maharani (kiri).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Sampai saat ini, hampir semua partai politik (parpol) masih gamang dalam menyeriusi sebuah koalisi solid menghadapi pemilu presiden (pilpres) 2024. Kemungkinan hal itu didasari parpol masih menunggu posisi PDI Perjuangan, sebagai partai dengan suara terbanyak yang memiliki tiket 20 persen ambang batas pencapresan sendiri.

Direktur Eksekutif Trias Politika Strategis (TPS), Agung Baskoro memaparkan, Rakernas PDIP beberapa waktu yang lalu (21-23/6/2022) telah terselenggara. Dalam Rakernas itu membuahkan rekomendasi penting, salah satunya mandat Ketua Umum PDIP, Megawati Sukarnoputri kepada Puan Maharani untuk menjalin komunikasi dengan para ketum partai.

Apalagi hal ini diperkuat dengan pernyataan Bambang Wuryanto (Bambang Pacul) kemarin (13/7), yang dikenal publik sebagai salah satu tangan kanan Puan. Yakni tentang kemungkinan safari politik PDIP yang segera dimulai.

"Gerak PDIP membangun komunikasi ke partai-partai sedikit-banyak akan memberi pengaruh bagi dinamika koalisi yang mulai mengerucut di beberapa koalisi," kata Agung kepada wartawan, Kamis (14/7/2022).

Beberapa koalisi yang sudah mengerucut, diantaranya atas nama Koalisi Indonesia Bersatu (KIB), yang digagas Golkar, PAN, dan PPP. Kemudian Koalisi Kebangkitan Indonesia Raya (KIR) yang mulai menguat bersama Gerindra dan PKB. Serta komunikasi intensif Koalisi Gondangdia bersama Nasdem, Demokrat, dan PKS.

"Walaupun semuanya masih cair karena masa pendaftaran capres-cawapres belum dibuka oleh KPU," imbuhnya.

Menurut Agung, di titik inilah kepiawaian Puan meretas koalisi dinanti. Karena untuk menghasilkan kemenangan tiga kali berturut-turut. Prestasi hattrick dalam konteks pileg dan pilpres itu, PDIP tak bisa sendirian, walaupun telah memenuhi ambang batas (presidential threshold).

Walaupun, dia mengenang, realitas politik ini bisa berulang saat Pemilu 1999 dijadikan fakta historis. Yakni, saat PDIP menang Pileg, namun kalah di Pilpres sehingga hanya menempatkan Megawati sebagai pendamping Presiden Abdurrahman Wahid.

Dan situasinya mirip dengan kondisi saat ini ketika dalam berbagai temuan rilis lembaga survei kredibel terbaru, bahwa PDIP masih bertengger di peringkat teratas. Namun, menghadapi kompleksitas saat berbicara figur capres yang akan diusung karena mengemuka sosok Puan dan Ganjar.

"Harus diakui figur Ganjar lebih moncer di publik ketimbang Puan. Namun secara internal kepartaian, rekam-jejak Puan lebih lengkap selain membawa trah Sukarno," katanya.

Karena, ia pernah meretas karir panjang sebagai pengurus partai, kemudian duduk di eksekutif sebagai menteri koodinator. Berikutnya, lanjut Agung, Puan juga jadi di legislatif mulai sebagai ketua fraksi hingga Ketua DPR. Dan yang menarik, Puan memimpin langsung tim pemenangan Ganjar sebagai Gubernur selama 2 periode.

Pada tahap ini, tugas Puan sesungguhnya tinggal memastikan siapa sosok capres yang tepat. Jika ia tak maju atau siapa figur cawapres terbaik ketika ia jadi melangkah masuk ke gelanggang sebagai capresnya.

"Setidaknya peluang PDIP untuk bisa meraih hattrick di pileg dan pilpres semakin membesar karena masih ada waktu untuk mendongrak elektabilitasnya," terangnya.

Otomatis jika skenarionya demikian, menurut Agung, maka harus diakui skema Puan sebagai Capres bersama koalisi yang dirajut lebih kecil ketimbang cawapres. Karena saat ini mayoritas ketum partai berhasrat maju sebagai capres juga. 

Maka, Agung menilai, secara teknis, kalkulasi politik sementara ini, Pertama, saat Puan sebagai Capres, maka kans terbesar untuk berkoalisi terbuka ke KIB. Karena sampai sekarang belum ada nama resmi yang diajukan untuk sebagai capres maupun cawapres.

Kedua, menurut dia, jika Puan sebagai cawapres, maka selain KIB, KIR yang menguat bersama Prabowo sebagai Capres. Termasuk juga Koalisi Gondangdia yang membawa Anies sebagai capres rekomendasinya berpotensi menjadi mitra koalisi PDIP.

Kemudian, apakah tugas Puan sudah selesai saat sudah meretas koalisi dan menimbang posisi sebagai capres atau cawapres? Tentu tidak. Karena ada tugas berikutnya yang lebih penting menanti, yakni, jika sudah batas waktu dan elektabilitas dirinya tak kunjung membaik, relakah Puan melepas posisi capres atau cawapres kepada Ganjar.

"Ini demi mendapatkan coattail effect yang sudah diraih sementara ini semakin maksimal memastikan hattrick di pemilu 2024," ujarnya.

Di sisi lain Puan harus menekan Ganjar agar tidak melenceng dari kesolidan mengusung dirinya untuk maju baik sebagai capres atau cawapres. Apakah PDIP secara institusi mampu menahan Ganjar agar tak maju ke Pilpres? Karena bila tidak, efeknya terstruktur, sistematis, dan masif terhadap skenario PDIP untuk hattrick di pileg dan pilpres.

"Jangan sampai suara partai di elit maupun publik secara keseluruhan menjadi terbelah ke sosok Puan atau Ganjar," ucapnya.

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement