REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Presiden Joko Widodo telah mengumumkan lima menteri hasil reshuffle kabinet Indonesia Maju, empat dari parpol dan satu mantan Panglima TNI. Posisi menteri hasil reshuffle yang mayoritas dari parpol disayangkan karena untuk sisa masa jabatan hingga 2024 diharapkan menteri bisa bekerja tanpa gangguan politik jelang pemilu.
Salah satu kader Partai Demokrat yang juga Anggota Komisi I DPR RI, Darizal Basir menyayangkan pilihan menteri resuffle Presiden Jokowi ini. Mayoritas menteri yang diisi dari parpol, menurut dia, justru akan lebih sulit menyelesaikan persoalan apalagi di bidang ekonomi dan perdagangan.
"Memang reshuffle hak prerogatif presiden, tapi melihat menteri yang baru ditunjuk ini cukup disayangkan bila presiden menunjuk menteri dari parpol. Kalau bisa seharusnya diambil dari orang yang profesional yang memiliki pengalaman luar biasa di bidangnya," kata Darizal kepada wartawan, Rabu (15/6/2022).
Sebab ia memandang, menteri baru harusnya tak perlu lagi belajar, lanjut selesaikan masalah lama di sisa masa jabatan presiden yang kurang dari dua tahun ini. Seperti persoalan harga pangan, minyak goreng yang telah lama menjadi beban di masyarakat. Termasuk persoalan pertanahan dan pembagian sertifikat yang menurut presiden masih jauh dari harapan.
"Kalau seperti ini, kabinet sekarang akhirnya hanya diisi oleh parpol koalisi saja. Justru yang dirasakan masyarakat hilangnya rasa kepercayaan," ujarnya.
Bagaimana tidak, menurut dia, kabinet yang terlalu banyak diisi oleh politisi bagaimana mereka bekerja sedangkan tahun depan sudah memasuki tahun politik. Padahal seharusnya, kabinet yang bekerja di sisa masa jabatan presiden ini bisa fokus, selesaikan persoalan ekonomi, khususnya perdagangan dan harga komoditas yang cenderung naik di tengah krisis global saat ini.
"Bagaimana mereka menyelesaikan masalah harga kebutuhan yang tinggi, sementara kesenjangan ekonomi semakin terjadi. Begitu pula di bidang pemerintahan dan pertanahan yang harusnya diurus dahulu," katanya mengingatkan.
Ia khawatir bila jelang momentum 2024 para menteri dari parpol ini semakin tidak fokus bekerja. Hal ini disebabkan karena lebih memikirkan atau mendahului kebutuhan elektabilitas partainya jelang pemilu 2024. "Ya walaupun kita berharap hal itu tidak terjadi," imbuhnya.