Ahad 15 May 2022 07:35 WIB

Peneliti BRIN: Belum Ada Indikasi Pejabat Publik dari Teknokrat Memanfaatkan Jabatannya

regulasi dan aturan yang mengatur pejabat publik di Indonesia sudah sangat ketat.

Ilustrasi pejabat negara dengan latar belakang teknokrat.
Foto: www.freepik.com
Ilustrasi pejabat negara dengan latar belakang teknokrat.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Peneliti Politik Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), Wasisto Raharjo Jatii mengatakan hingga saat ini tidak ada larangan bagi pengusaha atau teknokrat untuk menduduki jabatan sebagai pejabat publik atau jabatan politik. Menurutnya, teknokrat yang menjadi pejabat publik tidak terjadi di Indonesia saja. Beberapa negara maju juga memiliki pejabat publik yang merintis karirnya dari seorang pengusaha. 

Meski tidak ada aturan yang melarang, menurut Wasisto, ketika seorang teknokrat menjadi pejabat publik, ia harus melepaskan kepentingan bisnis yang selama ini membesarkannya. Tuannya agar tidak ada benturan kepentingan termasuk kepentingan bisnis ketika teknokrat tersebut menjabat sebagai pejabat publik. Wasisto melihat seluruh teknokrat yang saat ini menjadi pejabat publik, sudah melepaskan jabatan dan kepentingannya.

Baca Juga

Menurutnya, tujuan pelepasan ini agar ada pembatasan diskresi kekuasaan. Sebab pejabat publik memiliki kekuatan dibidang tertentu. Termasuk dalam membuat regulasi. Jadi ketika pengusaha menjadi pejabat publik, yang dikhwatirkan ada potensi benturan kepentingan dengan usahanya. 

"Kalau diskresinya meluas dan melebar yang dikhawatirkan adalah favoritisme. Jika favoritisme sampai terjadi maka akan pejabat tersebut berpotensi untuk tidak netral. Namun indikasi pejabat itu tidak netral sampai saat ini belum terlihat," ujar Wasisto, Sabtu (14/5/2022).

Saat ini beberapa pejabat publik seperti Joko Widodo, Airlangga Hartarto, Erick Thohir, Bahlil Lahadalia, dan Sandiaga Salahuddin Uno, berasal dari latar belakang bisnis. Meski sudah menjadi pejabat publik, Wasisto menilai regulasi yang dikeluarkan oleh para pejabat tersebut masih cukup baik dan tak berpotensi terjadi benturan kepentingan dengan bisnisnya yang selama ini mereka geluti.

Bahkan Wasisto juga belum melihat para teknokrat yang menjadi pejabat publik tersebut telah menguntungkan relasi bisnisnya. Sebab saat ini regulasi dan aturan yang mengatur pejabat publik di Indonesia sudah sangat ketat. Selain itu latar belakang atau bidang bisnis yang mereka geluti selama ini berbeda dengan jabatan publik yang mereka emban. Karena tidak linier, Wasisto masih menilai teknokrat yang saat ini menjabat sebagai birokrat belum menunjukan benturan kepentingan dengan bisnis atau relasi bisnis yang ada saat ini. Dengan demikian, tidak ada hubungan mutualisme antara jabatan yang saat ini mereka emban dengan dengan profesi yang dahulu ia geluti.

"Apalagi Presiden Jokowi menginginkan adanya teknokrat di kementrian lembaga. Sehingga adanya presepsi mengenai adanya penyalahgunaan jabatan untuk kepentingan pribadi atau relasi bisnisnya tidak berdasar menurut saya itu hanya pemikiran pribadi segelintir orang. Mereka hanya berfikir politis tanpa melihat keseluruhan regulasi yang sudah dibuat pejabat tersebut. Orang yang menyatakan teknokrat memanfaatkan jabatannya itu cenderung tendensius tanpa dasar yang kuat," ujar Wasisto.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement